Dalam masa pandemi lebih dari dua tahun ini, Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA) tetap menjaga komunikasi dengan mitra-mitra bisnis kepariwisataan di luar negeri. Di masa pandemic pula, pemerintah membuka kembali penerbangan internasional ke Bali, sehingga kebijakan itu bagai gayung bersambut. “Penerbangan rute internasional mulai melayani penerbangan ke Bali untuk angkutan wisata. ASITA selaku asosiasi biro perjalanan wisata, anggotanya sangat siap dengan stake holder kepariwisataan di Bali untuk mendatangkan wisatawan,” ungkap Ketua ASITA, I Putu Winastra, S.Sos, Rabu (16/2).
Di samping itu, ASITA tetap pula melakukan pendampingan pada destinasi-destinasi wisata yang selama ini menjadi produk garapan paket wisata. Berkolaborasi ikutserta menyusun paket- paket berlibur yang diperlukan penyelenggara sejumlah pertemuan internasional, nasional di Bali. “Meski keanggotaan DPD ASITA Bali, dominan anggota adalah inbound tour yang mendatangkan wisatawan mengalami penurunan, namun kinerja bisnis diupayakan tetap terjaga, selalu siap siaga memulai pergerakan ekonomi melalui aktivitas wisata,” ucapnya.
Upaya terkini yang dilakukan DPD ASITA Bali adalah menjalin kolaborasi kebutuhan karantina dan pengajuan e-visa dengan sector terkait, sebagai bagian layanan Biro Perjalanan Wisata khususnya dalam mendatangkan wisatawan. Karena itu, DPD ASITA Bali telah menandatangani MoU dengan lima hotel tahap awal penyelenggara karantina yang telah disertifikasi pihak Kemenkes RI. Hote tersebut, yaitu Grand Hyatt, Westin, Griya Santrian (Sanur), Viceroy (Ubud) dan Royal Tulip (Jimbaran).
Menuturnya, karantina, nyaman, aman, santai mengesankan yang ditawarkan bagi wisatawan berlabel program Warm-up Vacation. Program karantina yang dipenuhi sejumlah aktivitas di seputar hotel bersangkutan, usai masa karantina, wisatawan dapat melakukan aktivitas wisata di wilayah Bali and Beyond, sesuai paket yang dibeli. “Kerjasama ini untuk memadupadankan program Warm-up Vacation dengan paket wisata yang diinginkan wisatawan plus layanan administrasi, asuransi perjalanan yang diperlukan untuk masuk ke Indonesia,” jelasnya.
Winasta mengatakan, untuk dapat memberikan alternative berlibur yang mengesankan, anggota ASITA selaku “penjahit atraksi perjalanan” memerlukan sinergi dan kolaborasi dengan sejumlah stake holder. Contoh persoalan permohonan visa yang menjadi tem strategis memenangkan pasar wisata dimasa pandemi. ASITA dan sejumlah asosiasi mengharapkan ada kemudahan, kesederhanan dalam proses pengajuan permohonannya karena wisatawan yang datang ini tujuannya untuk berlibur, sehingga persyaratannya disederhanakan dan tidak berbelit-belit dengan membandingkan DTW di negara lain yang menjadi competitor Bali/Indonesia.
Di samping itu, anggota ASITA didorong menjadi sponsor dalam penanganan visa utamanya untuk melayani wisatawan bukan untuk menjual visa. Juga memberikan kemudahan bagi anggota ASITA sebagai penjamin, karena hal ini merupakan bagian dari service dan tanggung jawab BPW untuk menangani wisatawannya selama berada di Bali/Indonesia. “ASITA, siap memberikan masukan kepada semua pihak terkait untuk dapat memproduksi paket-paket perjalanan wisata yang aman, nyaman, sehat, mencerahkan pasar khususnya produk-produk yang bersertifikasi Cleanliness, Health, Safety, dan Environment Sustainability (CHSE) yang sudah lebih dari dua tahun terbelenggu pembatasan perjalanan,” sebutnya.
Di samping membangkitkan semangat industri dalam negeri untuk kembali menjalankan usahanya, hal ini juga membuka lapangan kerja dengan standar baru. “Mari bersinergi dan berkolaborasi seluruh stakeholder pariwisata Bali bersama pemerintah dan masyarakat, agar Pariwisata Bali segera bangkit,” ajaknya. (BTN/bud)
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *