Melonjaknya kasus Covid-19 di beberapa kota di Pulau Jawa, pelaku pariwisata di Bali meyakini open border yang direncanakan pemerintah pada Juli 2021 bisa mundur. Pemerintah pusat mungkin memiliki pertimbangan, sehingga sangat hati-hati dalam mengambil keputusan. Baru merencanakan program Work From Bali (WFB) saja, kasus sudah meningkat. “Itu seolah olah Covid-19 dikendalikan oleh orang. Makanya, disamping tetap memohon menurut kepercayaan di Bali, kami juga mengikuti saran pemerintah,” kata Penasehat Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Karangasem, Ida Made Alit, Jumat (25/6).
Inilah fakta lapangan di Indonesia yang sedang naik kasus Covid-19, terutama di Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kalau di Bali, kasus sudah melandai itu artinya sudah membaik. Hanya saja, di Kota Denpasar harus hati-hati, sehingga Protokol Kesehatan (Prokes) mesti tetap diperketat. Termasuk pula daerah Kabupaten Badung. Sementara di Karangasem sudah aman, bahkan sudah masuk zona hijau, namun tetap harus hati-hati dengan tetap memperketat prokes. “Hidup kita ini berlanjut dan perlu Jagadhita, maka harus ikuti aturan yang benar-benar disiplin, dan tertib,” papar pria yang sudah puluhan tahun bergelut dalam dunia pariwisata ini.
Manager Taman Soekasada Ujung Karangasem ini mengatakan, untuk membangkitkan ekonomi warga Bali, harus berkolaborasi dengan pertanian dalam arti luas. Bali mempunyai laut, perikanan darat, dan peternakan yang perlu dikembangkan, sehingga pasarnya harus digarap. “Pemerintah harus bantu menjembatani kalau ada produksi untuk subsidi pajak, sehingga ekonomi lancar. Kalau bisa, menghubungkan dengan pasar luar negeri. Pihak pengusaha swasta juga saling bantu, jangan petani dibunuh pas produksi tinggi harga turun drastis. Ini yang menyebabkan petani malas dan tidak berkembang. Maka, itu harus saling menghargai untuk bisa mandiri negara ini. Kita harus berkolaborasi dari berbagai sector, dan pemerintah yang mengawasi,” usulnya.
Hal ini, bukan untuk membiarkan pariwisata mati, tetapi masih dalam proses pandemi semua orang mesti tetap prokes ketat, dan menggali potensi di luar pariwisata untuk menolong kebutuhan sehari-hari minimal membantu perekonomian. “Kita tetap harus berbenah dibidang pariwisata, yang dulunya kurang hati-hati maka sekarang harus disiplin dan tertib menghadapi pandemi ini. Dengan adanya varian baru di Jawa, maka kunjungan terus menurun. Saat ini, sebagian besar kunjungan domestik dari Bali, namun itu belum mencukupi untuk biaya operational,“ sebut mantan anggota DPRD Provinsi Bali perioda 2004-2009.
Walau demikian, lanjut Ketua Perkumpulan Dharmopadesa Pusat Nusantara Cabang Karangasem perioda 2020 – 2025 ini dari pada tutup atau memberhentikan karyawan, Taman Soekasada Ujung Karangasem yang dikelolanya itu dibiarkan tetap beroperasi, sehingga cagar budaya ini terpelihara dengan baik. Walau tidak ada pendapatan dari kunjungan wisatawan atau bantuan dari pemerintah untuk biaya operational, seperti bayar gaji pegawai, listrik, dan BPJS serta penyiapan fasilitas protocol kesehatan yang setiap bulan membutuhkan minimal Rp 150 juta, tetapi pihaknya tetap bersemangat. “Gaji karyawan hanya 50% sekedar untuk beli beras saja dengan jumlah karyawan kami 50 orang. Itu belum mencukupi pendapatan, sehingga terpaksa kami meminjam dana cadangan yang dikumpulkan setiap tahun. Sekarang dana cadangan itu sudah habis. Kalau sama sekali tidak ada pendapatan, kami siap bekerja tanpa gaji demi terpeliharanya cagar budaya ini,” tuturnya. (BTN/bud)
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *