Bali sebagai tujuan wisata dunia, juga meanrik sebagai sentra cinema internasional. Hal itu, bahkan sudah berlangsung sejak jaman dulu. Bali dipilih sebagai tempat pembuatan film ataupun tempat fotografi yang memang memiliki keunggulan. “Bali sangat potensial sebagai sentra cinema internasional. Itu karena popularitas Bali sebagai obyek wisata dunia sebagai nilai plus yang tidak dimiliki daerah lain di Indonesia,” kata Direktur Program Balimakarya Film Festival (BMFF) #2, John Badalu, Kamis (15/9).
Balimakarya Film Festival yang didelar di Pulau Dewata secara nasional dan internasinal pada tanggal 16 – 21 Oktober 2022 akan menjadikan Bali sebagai atraksi wisata yang beda. Ekosistem budaya lokal sangat dikagumi secara internasional, demikian pula sumber daya manusianya kompetitif, sehingga potensi Bali harus direvitalisasi. Ia melihat komunitas film di Bali tersendat, karena antarkomunitas film di Bali belum punya wahana untuk forum interaksi secara intensif. Beda dengan di Jogja, Bandung, Jakarta atau Makassar.
Pegiat perfilman (cinema) internasional, Balimakarya Film Festival bisa menjadi forum sharing, kolaborasi secara lebih intens dan mendalam bagi pegiat cinema secara lintas komunitas. Aktivitas Balimakarya menawarkan ragam obyek wisata yang beda bagi wisatawan ke Bali. “Eksistensi Balimakarya Film Festival bisa diuntungkan karena posisi Bali sejak dulu sebagai persinggahan seniman internasional,” sebutnya.
Tim Pengarah Balimakarya Film Festival, Ayu Laksmi mengatakan, Balimakarya 2022 sebagai peluang bagi kebangkitan fIlm buatan Bali. Festival film internasional Balimakarya #2 itu bisa menjadi momentum bagi para sineas yang berbasis di daerah untuk kebangkitan ekosistem perfilman Bali. Hal ini menjadi peluang bagi komunitas yang sangat tepat bagi pegiat film untuk menunjukkan bakat hebat dan karya-karya terbaik mereka kepada publik. “Bali memiliki jejak sejarah karya film sejak tahun 1920an,” katanya.
Seniman multitalenta asal Kota Singaraja, Bali ini menegaskan, sejumlah film karya para sineas ekspatriat di masa kolonial, sebelum Indonesia merdeka begitu banyaknya. Namun kini, di era kemerdekaan sekarang justru karya film “made in Bali” tak terdengar. Karya film para sineas dari Bali mestinya bisa sehebat karya senirupa, karawitan ataupun tari yang telah melegenda, dan terkenal secara global. Saat ini, potensi kebangkitan karya film khas Bali sangat terbuka karena ada dukungan sumberdaya manusianya, dan ekosistem budaya lokal yang besar. “Saya bergarap keberadaan dan giat Balimakarya Film Festival bisa menjadi momentum bagi kebangkitan karya film dari Bali,” harap Ayu Laksmi. (BTN/bud)
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *