Cerita Wanita di Dunia Pariwisata

Cerita Wanita di Dunia Pariwisata

Hari Kartini dimaknai setiap orang dengan cara yang berbeda-beda. Namun, pada intinya itu menjadi sebuah peringatan untuk kaum perempuan agar dapat terus bersinar, percaya diri dan pantang menyerah dalam mewujudkan impian dan cita-cita. “Makna Hari Kartini telah menginspirasi banyak perempuan untuk terus berjuang melawan ketidakadilan dan diskriminasi, termasuk kau perempuan di dunia pariwisata,” kata Ketua Pengurus Cabang (PC) Federasi Serikat Pekerja Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif (FSP Parekraf)-Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Kabupaten Badung, Ayu Budiasih, Senin (10/4).

Makna perjuangan RA. Kartini adalah mendapatkan kesetaraan dalam hal pendidikan, membuka lebar kesempatan perempuan untuk berkarya, mendorong rasa percaya diri perempuan dalam berkarier, sehingga mampu membangkitkan kualitas hidup perempuan. “Pada prinsipnya perempuan harus berani menerima ‘tanggung jawab’, seperti penelitian Gerald Kushel, seorang Konsultan manajemen yang menyimpulkan hampir semua manajer yang berkinerja tinggi menerima tanggung jawab, dan sebaliknya manajer yang berkinerja buruk memiliki kecenderungan untuk melimpahkan kesalahannya kepada orang lain,” ucap wanita asal Tabanan ini.

Hal ini menjadi salah satu contoh, untuk berani menerima janggung jawab yang merupakan salah satu mental menuju gerbang sukses. “Perempuan yang berada di industry pariwisata harus bekerja dua kali lebih keras untuk melawan berbagai stigma negatif yang menimpanya. Perempuan sekarang jarang mempergunakan fasilitas perusahaan. Padahal pekerja perempuan itu biasa pulang di atas jam 23.00 Wita, yang semestinya disediakan angkutan antarjemput,” usul wanita yang puluhan tahun bekerja di pariwisata.

Disamping perannya untuk memajukan perusahaan, perempuan juga tidak boleh lupa perannya di ranah domistik sebagai ibu rumah tangga yang juga mempunyai peran yang sangat besar dalam mendidik dan membesarkan anak-anaknya. Begitu besarnya peran perempuan, maka perempuan harus mampu mengelola waktunya dengan baik, sehingga apa yang menjadi tugasnya bisa berjalan dengan baik dan lancar serta bisa dipertanggungjawabkan. “Karena itu, saya katakan perempuan bekerja dua kali lebih keras,” tegasnya.

Dalam industri pariwisata itu menjual jasa. Maka, Sumber Daya Manusia (SDM) yang dibutuhkan adalah seorang yang mampu membuat tamu tersebut tertarik untuk datang, serta menikmati fasilitas yang disediakan oleh Daerah TujuanWisata (DTW) itu. “Disinilah kemampuan perempuan dalam menampilkan keramahtamahannya, disamping secara fisik perempuan mempunyai daya tarik yang lebih menarik kalau dibandingkan laki-laki,” ucap Ayu Budiasai bangga.

Menurut Ayu Budiasih, dalam dunia kerja pariwisata sudah ada kesetaraan gender. Gender merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan perbedaan antara laki-laki dan perempuan secara soasial. Gender merupakan hasil konstruksi social maupun kultural, sehingga dalam dunia kerja khususnya dalam pariwisata kesetaraan gender itu sudah ada. Contoh kecil saja, tukang masak (cook) di hotel-hotel besar kebanyakan laki-laki, bila dibandingkan dengan perempuan. “Itu artinya, di industry pariwisata tidak ada diskrimasi sudah sangat menghormati fungsi dan tugasnya masing-masing,” jelasnya.

Perempuan pun sudah banyak yang menjadi General Manager (GM) di industry pariwisata. Hal ini menunjukkan kesetaraan gender di industry pariwisata sudah tidak ada masalah. Perempuan dan laki-laki sudah saling menghormati dan menghargai perannya masing-masing. Sebut saja, GM Sadara Resort, Ida Ayu Rai Candrawati Lestari, Fransiska Handoko menjadi GM di Risata Bali, Lucia Liu menjadi GM Laguna Resort, dan Ayu Manik menjadi GM di J4. “Di Bali, masih banyak perempuan yang menjadi GM,” pungkasnya (BTN/bud).

Posts Carousel

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked with *

Latest Posts

Top Authors

Most Commented

Featured Videos

Need Help? Chat with us