Kecamatan Sukawati di Kabupaten Gianyar, khususnya di Banjar Babakan sudah kesohor dengan seniman dalang (orang yang memainkan wayang kulit). Sejak lampau hingga saat ini, banjar yang lokasinya berdekatan dengan Pasar Seni Sukawati itu selalu memiliki generasi dalang. Maka tak berlebihan, jika Sukawati sering disebut sebagai daerah seni, dan gudangnya para maestro seni.
Sebut saja kemasyuran dalang Wayan Wija yang terkenal dengan Wayang Tantri. Wayang yang tokoh-tokohnya adalah binatang itu sangat terkenal di jamannya. Begitu pula dengan dalang Wayan Nartha, serta dalang Nyoman Granyam yang terkenal pada era tahun 1962. Bahkan, Presiden Soekarno sempat mengundang dalang Granyam mementaskan wayang di sebuah Puri di Ubud, sehingga Sukawati semakin dikenal dengan seniman dalang.
Berdasarkan informasi dari generasi dari Dalang Nartha, yakni Dr. I Ketut Sudiana, S.Sn.,M.Sn mengatakan, Banjar Babakan memang terkenal sebagai desa seni pewayangan. Sejak jaman dulu, hingga saat ini ada banyak generasi wayang yang tumbuh subur. Saat ini saja ada sekitar 20 dalang merupakan generasi ketiga dengan menyajikan berbagai jenis pertunjukan wayang. “Banjar Babakan, Sukawati sudah menjadi pusat kesenian pada saat jaman kerajaan dulu,” tegasnya.
Setelah itu, masyarakat Babakan lebih keratif. Perkembangan seni pewayangan sangat luar biasa. Sosok seniman Wija sangat kretaif dan Alm. Madra juga kreator wayang, sehingga banyak orang asing yang banyak belajar ataupun melakukan penelitian di Banjar Babakan. “Bersamaan dengan itu, kemudian banyak lahir perajin wayang. Baik untuk wayang yang dimainkan sendiri atau untuk dijual,” papar Dosen Fakultas Seni Pertunjukan ISI Denpasar ini kalem.
Menariknya, kesetiaan para dalang di Sukawati kepada gaya pewayangan yang diwarisi para leluhurnya masih kuat, sehingga membuat pertunjukan yang sangat khas. Walaupun sejalan dengan perkembangan zaman untuk tetap bisa menjaga eksistensinya, namun para dalang itu melakukan inovasi yang tidak terlalu jauh dari nilai tradisinya.
Bukan hanya itu, masyarakat Banjar Babakan masih intens memelihara lontar, sebagai inspirasi dalam melakoni seni. Warisan lontar itu beraneka ragam. “Lontar-lontar ini sangat berguna untuk para dalang yakni sebagai bahan khususnya dalam bidang sastra sebagai bahan lakon dalam pertunjukan wayang. Jaman ini penanggap meminta ceritera sendiri, sehingga harus dipersiapkan dengan matang,” lanjut pria yang pernah sebagai Juara I Dalang Cilik se-Bali 1983 itu.
Banyaknya tumbuh dalang-dalang muda kreatif, karena adanya pengaruh lingkungan seni. Ia sendiri mengakui sebagai dalang karena dorongan dari keluarga dan paling kuat karena dituntut bisa tampil dalam ajang Festival Dalang Cilik se-Bali sebagai duta Kabupaten Gianyar. Dalam lomba yang digelar Listibya itu, lelaki kelahiran Gianyar, 29 Maret 1970 ini tampil sebagai Juara I. Mulai saat itu, ia menjadi dalang cilik terkenal yang selalu meladeni penanggap.
Di Desa Sukawati ada banyak dalang yang masing-masing memiliki keunggulan. Seorang dalang itu harus memperhatikan retorika, dialog wayang ketika berdebat. Teknik menarikan wayang juga sangat penting. Sekarang ini, ada banyak dalang anak-anak. Bahkan diluar rumpun wayang, seperti di luar Sukawati juga banyak tumbuh generasi dalang. “Itu, karena mereka tak hanya puas dengan satu keterampilan seni, sehingga belajar yang lainnya,” alasannya.
Selain aktif ngewayang dan membuat wayang, ia juga sibuk mengajar mahasiswa memainkan wayang di Fakultas Seni Pertunjukan Jurusan Pedalangan ISI Denpasar. “Jika dulu perajin wayang itu kebanyakan seorang dalang, kini masyarakat pecinta seni juga banyak yang menjadi perajin wayang,” pungkasnya. (BTN/bud)
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *