Dampak Pandemi, Pekerja Pariwisata Beralih Profesi

Dampak Pandemi, Pekerja Pariwisata Beralih Profesi

Satu setengah tahun lebih pandemi Covid-19 menjepit gerak para pekerja pariwisata Bali hingga tak berkutik. Profesi yang dulu dianggap sakti dalam mengubah ekonomi, kini mati dan tak berarti. Maka jangan heran, tidak sedikit pekerja pariwisata yang cerdas beralih profesi untuk sebuah rejeki. “Saya ambil pensiun awal karena pandemi. Saya pikir, kalau bertahan terus tidak mungkin karena melihat kondisi perusahaan juga tak stabil digoyang Covid-19. Saya kemudian berlatih menjadi petani meneruskan profesi orang tua,” ungkap mantan pegawai hotel asal Kintamani, Kabupaten Bangli, I Wayan Wirawan, Jumat (16/7).

Pria kelahiran Kutuh, 16 Januari 1968 ini sudah lebih dari 30 tahun menggeluti profesi sebagai pekerja pariwisata. Setelah tamat P4B Renon Denpasar, ia menjadi pekerja hotel sesuai dengan cita-citanya sejak memilih sekolah itu. Awalnya, ia ingin menjadi pekerja pariwisata untuk mendapatkan pengalaman lebih. Setelah berada di dalamnya, ia melihat income sebagai pekerja pariwisata itu sangat bagus, sehingga merasa betah dan nyaman. “Sekarang, saya menggeluti pekerjaan sebagai petani. Saya memelihara taman cengkeh dan kopi milik orang tua. Saya juga mengembangkan komoditi lain, seperti vanili, durian, merkisa dan sayur-sayuran sambil berternak babi dan kambing,” paparnya senang.

Di samping sebagai dampak pandemi, menjadi petani juga karena ingin merawat kebun milik orang tua. Profesi sewbagai petani tidak asing baginya, karena itu memang sempat dilakukan saat masih anak-anak, hingga remaja sebelum mengadu nasib di dunia pariwisata. Mengurus kebun dengan berbagai tanaman bernilai ekonomis itu sudah menjadi kebiasaanya, bahkan telah menjadi hobby. “Kalau msalah hasil memang masih kurang bagus, karena masa pandemi. Komoditi cengkeh dan vanili yang harganya bagus saat sekarang ini. Saya juga mengembangkan komoditi porang yang lagi booming dan diekspor. Semoga kedepanya harganya bagus,” ucapnya berharap.

Pria yang mengelola Pondok Bunut Rock Farm yang beralamat di Jalan Raya Desa Kutuh, Desa Kutuh, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli ini mengaku, sangat menikmati pekerjaannya sekarang ini. Ia bekerja sampil memain gitar. Kalau dibandingkan antara hasil menjadi petani dengan bekerja di pariwisata, tentu ada plus minusnya. Untuk saat ini, bidang pertanian yang memiliki prospesk sangat bagus. Terutama pertanian yang di butuhkan untuk konsumsi sehari-hari, seperti sayuran. “Kalau kerja di hotel tentu penampilan kita lebih keren ketimbang jadi petani yang dekil. Saya sudah putuskan untuk menjadi petani sampai akhir hayat, sehingga bisa ngayah di kampung,” ujarnya.

Demikian halnya dengan Sugeng Riyadi, seorang pekerja pariwisata yang sukses mengelola usaha kuliner dengan nama “Cafe Rumahan”. Pria kelahiran, 2 Desember 1970 ini memang masih tercatat sebagai karyawan hotel sampai sekarang. Jabatannya sebagai Night Auditor. Saat Covid-19 mewabah sejak Februari 2020, pariwisata pun sangat berdampak. Ia tetap mencoba untuk bertahan, namun sampai saat ini pandemi belum berakhir dan hotel kemudian tidak beroperasi alias ditutup sejak 1 Juli 2021. “Sejak itu, saya tidak memiliki penghasilan lagi. Saya putuskan untuk membuka usaha kuliner di rumah sendiri. Saya melakukan promosi via Social Media Instagram @caferumahan dan promosi door to door serta kerjasama online grabfood,” papar pria yang sudah 29 tahun sebagai pekerja pariwisata.

Belum genap sebulan, Café Rumahan yang beralamat di Jalan Kubu Gunung I No. 4 Banjar Tegaljaya, Desa Dalung, Kabupaten Badung itu sudah mulai dikenal orang karena tagline usaha “Makan Enak Nggak Perlu Mahal”. Hanya dengan 10 ribu sudah dapat makan enak dan gratis es teh manis atau air mineral. Dalam sehari ia bisa menghasilkan rata-rata 250 ribu . “Akibat banting setir ini, saya bisa bertahan hidup di saat pandemic. Saya dengan empat orang anak akhirnya bisa makan. Kalau dibandingkan kerja di pariwisata, itu memang ada kelebihan dan kekurangannya. Yang pasti usaha milik sendiri tentu lebih bagus. Apalagi bisa dilakukan beriringan tentu lebih bagus,” sebut Sugeng Riyadi yang tamatan BPLP Bali (sekarang Poltekpar Bali) ini. (BTN/bud)

Posts Carousel

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked with *

Latest Posts

Top Authors

Most Commented

Featured Videos

Need Help? Chat with us