Ingin tinggal di desa dengan fasilitas kota? Ayo, datang ke De Umah Bali, sebuah akomodasi sejuk yang berada di Banjar Undisan Kaja, Desa Undisan, Kecamatan Tembuku, Kabupaten Bangli. Tinggal disini, tak hanya terasa tenang dan damai. Para tamu akan merasa nyaman dan aman, karena memiliki fasilitas lengkap dengan standar hotel internasional. Para staff dan karyawan menerapkan protokol kesehatan dengan fasilitas sesuai standar pemerintah. Karena itu, De Umah Bali telah mengantongi sertifikat Cleanliness, Health, Safety, dan Environment (CHSE).
Undisan merupakan news destination, sebuah hub dimana wisatawan bisa stay dan bisa melanjutkan kunjungan ke mana-mana. Sebab, lokasinya sangat strategis dan didukung infrastruktur yang bagus, sehingga tinggal di De Umah Bali tak akan pernah membosankan. Jaraknya sekitar 30 menit ke Kintamani, sejitar 20 menit ke Besakih, sekitar 15 menit ke Desa Penglipuran, dan sekitar 1,5 jam dari Bandara Ngurah Rai. “Dulu, wisatawan yang berwisata ke Nusa penida itu sering stay di De Umah Bali, karena jarak tempuhnya memang cepat,” kata Owner I Putu Winastra, S.Sos.
Hotel bintang 3 plus ini memang unggul dan memiliki konsep yang beda, yakni dengan konsep echo menggunakan bangunan ramah lingkungan. Bahannya didominasi kayu dan bambu serta atap dari alang-alang. Hal itu tersebut juga didukung penggunaan peralatan yang ramah lingkungan (organik), sehingga akomodasi di desa itu tampak alami dan sehat, karena memang tidak ada plastik. “Produk ini menjadi keunggulan kami, dan kedepannya ini yang akan dicari oleh wisatawan asing,” ucapnya senang..
Sebagai Eco Tradi Home, De Umah Bali menawarkan akomodasi dengan fasilitas restoran, tempat parkir gratis, kolam renang luar ruangan, dan lounge bersama, serta teras tempat berjemur. “Di masa pandemi ini, kami menawarkan harga khusus karena untuk masyarakat lokal. Kami membuka aktivitas berenang dengan harga khusus Rp 25 ribu sudah mendapat makan. Untuk kamarnya hanya sekitar Rp 300 ribu sampai Rp 400 ribu. Kami ingin yang penting mereka senang. Karena tujuan kami agar ada aura manusia di resort kami,” harapnya..
Winastra yang juga Wakil Ketua Bidang Promosi Perhimpuynan Hotel dan Restoran Indonesia (lPHRI) Bangli ini mengaku, dulu sebelum pandemi, wisatawan yang suka menginap disini lebih banyak wisatawan Eropah, terutama dari Perancis. Mereka senang dengan konsep alam echo. Sekarang ini, lebih banyak wisatawan domestik yang datang menginap. Mereka senang dengan lingkungan persawahan yang masih asri. “Saat ini, okopansi masih nol, alias kosong. Kondisi ini sudah berlangsung setahun lebih. Kalau sebelum pandemi, okopansi tamu berkisaran anatar 30 – 40 persen,” jelasnya. (BTN/bud)
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *