Masih ingat dengan Desa Petulu yang memiliki burung Kokokan sebagai Daya Tarik Wisata (DTW) itu? Desa Petulu merupakan rumah bagi lebih dari 4000 ekor burung Kokokan. Burung ini tinggal dan bersarang di pepohonan yang menjulang tinggi di atas pemukiman warga. Kilau tubuhnya berwarna putih terlihat mencolok dari hijaunya dedaunan di pohon. Sesekali mereka terbang dari satu pohon ke pohon yang lain, sehingga menyita perhatian orang yang lewat melintasi jalan desa itu. Menyaksikan damainya burung-burung berwarna putih itu betapa alami dan mempesona Desa Petulu.
Kokokan di Desa Petulu ini merupakan satu keunikan yang sulit untuk ditemukan duanya. Namun, kenyataannya DTW ini sedikit mendapatkan kunjungan wisatawan. “Kami sempat melakukan observasi pada 18 Maret 2023 lalu, dari pagi pukul 09.00 Wita sampai 12.00 Wita hanya terdapat satu orang pejalan kaki, dan lima orang wisatawan mancanegara yang lewat melintas dengan sepedanya. Wisatawan itu juga tidak cukup lama, karena hanya melintas saja,” kata Ketua Pengabdian Program Studi D3 Usaha Perjalanan Wisata Jurusan Pariwisata Politeknik Negeri Bali, Sang Nyoman Bagus Satya Wira, S.S., M.Par, Senin (10/4).
Tak hanya itu, observasi selanjutnya dilakukan untuk menemukan amenitas apa saja yang telah tersedia dalam konteks DTW tersebut. DTW alam ini memiliki dua buah titik untuk memandangi burung (satu di atas balai Banjar dan satunya lagi di atas area parkir), tempat penangkaran yang cukup terbengkalai, hutan kecil di sebelah lapangan, satu buah villa yang dimiliki oleh warga negara asing, dan satu buah restoran bernama Petulu Eco Cafe & Bird Rescue sebagaimana di dalamnya dilengkapi dengan bangunan kecil yang difungsikan sebagai klinik burung.
Amenitas Petulu Eco Cafe & Bird Rescue sangat menarik karena telah mempertunjukan suatu peluang untuk pengembangan lanjutan. Adapun ide mengenai peluang tersebut ditelurkan dari kesempatan berinteraksi sangat dekat dengan burung Kokoan yang sedang dalam perawatan di klinik. “Jika disandingkan dengan swafoto wisatawan bersama kera di Monkey Forest, maka terdapat potensi untuk pengembangan burung Kokokan lebih lanjut, secara khusus pada penyediaan pengalaman unik yang dapat dijadikan sorotan ketika wisatawan berkunjung ke Desa Petulu,” jelas dosen ini bersemangat.
Dari kenyataan itu, maka civitas akademica Program Studi Usaha Perjalanan Wisata pada Jurusan Pariwisata di Politeknik Negeri Bali sangat yakin melakukan kegiatan pengabdian berupa seminar, sekaligus pelatihan kepemanduan wisatawan secara singkat di lingkungan Desa Petulu. “Pengabdian ini, kami desain sedemikian rupa agar dapat menghadirkan solusi dari kendala yang sedang dihadapi pengelolan DTW burung Kokokan di Desa Petulu saat ini,” ucanya.
Melalui kegitan itu, diharapkan suatu luaran yang mengedepankan pemahaman masyarakat Desa Petulu mengenai pengelolaan DTW yang unggul. Hal ini juga dikaitkan dengan penerapan konsep ekowisata serta percontohan dari DTW serupa yang telah lebih dahulu menuai keberhasilan. “Kami sempat melalukan wawancara dengan Kelihan Adat Desa Petulu, petugas perawat burung dari Petulu Eco Cafe & Bird Rescue untuk mendalami situasi kepariwisataan setempat. Berdasarkan hasil wawancara itu, kami akan mencoba mencarikan solusinya,” tutupnya.
Berdasarkan dari pemaparan Bendesa Adat Petulu, Wayan Apriyana, jelas Bagus Satya Wira, banyak wisatawan yang tidak mau membayar tiket dengan alasan hanya sekedar lewat. Selain itu, akses jalan satu-satunya menyebabkan banyak pengendara tidak tahu akan keberadaan burung tersebut yang sering melintas di aspal. Oleh sebab itu, banyak burung yang mati terlindas oleh pengendara yg ngebut. Sementara petugas di klinik burung Ecopetulu Made Wahyu mengatakan, dibutuhkan papan peringatan bagi para pengendara yang masuk kawasan tersebut. “Sangat disayangkan karena keberadaan burung tersebut satu-satunya potensi yang dapat menyebabkan wisatawan berkunjung ke desa ini. Maka dari itu, pengabdian ini harus jalan,” tekad Bagus Satya Wira. (BTN/bud)
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *