Global Covid-19 ini yang telah berlangsung hampir setahun ini benar-benar membuat pariiwisata mati suri. Para pengelola hotel tampaknya menjerit, karena harus mengeluarkan kocek untuk biaya perawatan hotel, walau itu tanpa tamu. Para owner tampaknya bimbang dan tengah menimbang apakah property ini masih bisa bertahan atau dijual saja. Sebab, tidak ada yang tahu kapan pandemi ini akan berakhir. Kalaupun pariwisata pulih, tetap saja memerlukan modal awal untuk mengoperasikannya.
Sekretaris Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jembrana, Ni Made Ayu Dwi Aryati,S.S mengatakan, sekarang ini para pengelola hotel di Kabupaten Jembrana sedang mencari jalan untuk bisa bertahan. Artinya sedang menyusun strategi bagaimana cara untuk menambah revenue aga bisa melakukan oprasional. Hotel belum ada yang dijual, tetapi tutup sudah ada. “Hotel mati sih enggak. Tetapi, kewalahan iya. Bukean kewalahan menerima tamu, tetapi dala hal menutup biaya operasional. Dalam artian buka untuk menjaga, merawat dan melakukan bersih-bersih, agar alat tidak rusak,” katanya.
Wanita pemilik dan pengelola sekolah pariwisata ini menegaskan, kondisi terakhir pariwisata di Bali Barat saat ini masih survive, dan hotel tetap buka. Karena kunjungan wisatawan zero, maka biaya biaya pembersihan dan perawatan hotel menggunakan kas owner. Dari 119 hotel yang menjadi anggota PHRI rata-rata huniannya mencapai 10 persen. “Hotel-hotel yang berada di kawasan objek wisata masih ada tamu, terutama wisatawan asing. Hunian hotel rata-rtata 10 persen. Itu hotel yang memiliki objek wisata. Kondisi Objek wisata juga mati, kecuali di Pantai Medewi masih ada beberapa tamu asing yang berselancar,” ucapnya.
Ketua PHRI Jembrana, Gede Sukadana mengatakan, untuk sementara ini belum ada hotel di Jembrana yang akan dijual. Kunjungan memang sepi, bahkan tidak ada sama sekali. Tetapi, kebanyakan para pemiliki hotel sifatnya bertahan. Tetapi, khusus untuk City Hotel masih ada pergerakan karena pergerakan ekonomi masih berjalan. “Sementara hotel yang berada di kawasan pesisir, seperti di Pantai Pekutatan, Medewi, Yeh Sumbul, Air Kuning dan Palasari masih sangat sepi. Bahkan ada hotel buka ketika dibersihkan saja,” ucapnya.
General Manager Wide Sands Beach Retreat ini megaku, untuk dimasa sulit kunjungan ini, pihaknya akan melakukan beberapa langkah, seperti tetap mengikuti anjuran pemerintah dalam menerapkan Protokol Kesehatan (Prokes) secara ketat, melakukan komunikasi inten dengan Badan Promosi Daerah (BPD) PHRI terkait dengan perkembangan dan situasi, serta merubah market yakni menyasar domestik. “Saat ini, menggarap pasar domestik susah juga. Apalagi, saat Jawa dan Bali masih menerapkan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM),” imbuhnya. (BTN/bud)
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *