Jumlah kasus di Pulau Dewata konon ada penurunan, namun Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4 masih belum bergerak turun. Artinya, Bali yang masih menyandang level 4, pastinya belum ada tanda-tanda yang mampu menggeliatkan kunjungan wisatawan ke pulau munggil ini. Hal ini, tentu membuat pengelola hotel pasrah. “Ya, kita hanya bisa pasrah, menunggu kabar baik yang nggak tahu sampai kapan datangnya,” kata Direktur Ashyana Candidasa Beach Resort, Wayan Kariasa, Sabtu (4/9).
Hampir dua tahun masa pandemi ini berlangsung belum ada tanda-tanda menghilang, malahan kasus semakin meningkat. Pengelola hotel dan restoran serta usaha pariwisata lainnya telah berjuang dengan mengikuti instruksi pemerintah, mulai dari menjalani tatanan kehidupan era baru (new normal), menerapkan Protokol Kesehatan (Prokes) hingga melaksanakan sertifikasi Cleanliness, Health, Safety, dan Environment Sustainability (CHSE) sesuai standard yang ditetapkan pemerintah. “Bentuk pengelolaannya sekarang juga beda, kami sesuaikena dengan situasi sulit di masa pandemic,” paparnya.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restaurant Republik Indonesia (PHRI) Karangasem ini menegaskan, dalam ketidakpastian ini para pengelola fasilitas usaha pariwisata memang sulit. Kalau bertahan akan semangkin sulit, utamanya masalah gaji pegawai, biaya Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) mereka, bayar listrik, air, telephone dan lainnya. “Kalau begini terus, jadinya semangkin banyak karyawan yang dirumahkan. Sesuai info dari Dinas Tenaga Kerja kemarin sudah hampir 5000 orang yang drumahkan dari sektor pariwisata saja,” ungkapnya.
Karena sebuah harapan, Kariasa mencoba untuk tetap bertahan menjalani walau terasa sulit dan tanpa kepastian. Untuk sanggup itu, ia harus meminjam untuk dapat memenuhi biaya dasar, seperti bayar listrik, BPJS dan lainnya. Kariasa juga sadar, jika kondisi sulit ini tanpa tepi, maka mungkin saja menutup usahanya. “Akhirnya, beberapa teman ada yang sudah menjual asset untuk mempertahankan asset intinya. Itupun sulit menjualnya, karena susah pembeli. Ini bagaikan buah simalakama,” ujarnya.
Kariasa yang juga Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Karangasem mengatakan, pengelola hotel di Kabupaten Karangasem kebanyakan pemiliknya orang local, sehingga mereka membersihkan sendiri dengan keluarganya juga dibantu para karyawan secara sukarela tanpa dibayar. Kebetulan juga karyawan merupakan orang local yang memiliki rasa peduli tinggi. ”Ini bagaikan buah simakalama, kenapa kok Bali masih berat dan Jakarta bisa zona hijau. Padahal, mereka punya penduduk 10 juta dan Bali hanya 3,6 juta. Kami rasa pemerintah perlu mengkaji dengan baik kedalam maupun keluar,” usulnya.
Apakah penyebaran ini karena penjagaan pintu masuk Bali kurang ketat? Atau kegiatan masyarakat, seperti acara adat dan lainnya? Jujur, semangkin lama masyarakat semangkin lapar, susah dan stress, sehingga ekonomi semangkin tidak jelas. Masyarakat juga jenuh dan malas. “Kami berharap penanganan Covis-19 ini benar-benar dievaluasi secara keseluruhan untuk mendapat kepastian. Apa penyebab dari penyebaran ini kok nggak reda-reda. Jika ini terus berlanjut, kami berharap kedepannya pemerintah membantu dengan pinjaman tanpa bunga untuk bisa survive, dan saat sudah mampu kami siap membayar dengan bunga yang rendah,” ujar Kariasa penuh harap. (BTN/bud)
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *