Pemerintah telah memperpanjang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat untuk wilayah Jawa – Bali. PPKM Darurat yang dimulai tanggal 3 Juli hingga 20 Juli, kini berlanjut hingga lima hari kedepan sampai tangal 25 Juli 2021. Masa PPKM Darurat disertai dengan kebijakan-kebijakan baru yang lebih dilonggarkan menjadi harapan baru bagi masyarakat, khususnya pelaku pariwisata. “Namun, masih jauh dari harapan pelaku pariwisata di Bali. Penurunan keinginan wisatawan lokal dan domestik untuk berwisata sangat rendah selama kebijakan PPKM Darurat ini,” sebut CEO Pramana Experience, I Nyoman Sudirga Yusa CHA, Jumat (23/7).
Sudirga yang juga Team Promosi Perhimpunan Hotel dan Restaurant Republik Indonesia (PHRI) Klungkung ini mengatakan, sebenarnya pihaknya mendorong diberlakukannya kebijakan khusus untuk pariwisata di Bali, terutama penerapan Test PCR bagi mobilitas domestik yang melintas masuk ke Bali. Tentu harus dipahami, bahwa wisatawan baik domestik dan internasional memerlukan kepastian akan dibukanya satu destinasi untuk mereka tentukan menjadi tempat tujuan berwisata dari jauh hari. “Mereka, tidak bisa mendadak. Apalagi, Bali yang sudah ditasbihkan menjadi salah satu tujuan wisata terkemuka dunia, bersanding dengan beberapa destinasi-destinasi lain, maka butuh sebuah kepastian,” ungkapnya.
Harus ada kebijakan dan perlakuan khusus dari pemerintah pusat demi mendorong recovery sektor pariwisata Bali khususnya, dan secara nasional umumnya. Bali dan Indonesia, sedang berpacu dengan waktu untuk bisa menyamai strategi-strategi pemulihan sektor ini dengan beberapa negara-negara di regional Asia Tenggara lainnya. “Jangan sampai hal ini menjadi sangat terlambat, dan akhirnya merugikan banyak pihak, sehingga membuat makin terpuruknya ekonomi masyarakat,” ungkap Team Kelompok Ahli Indonesian Hotel General Manager Assosiation (IHGMA) ini serius.
Sementara General Manager Adhi Jaya Hotel Kuta, Putu Tony Hartawan Kusuma mengatakan, selama diberlakukannya PPKM Darurat di Jawa dan Bali, Pariwisata Bali seolah mati suri karena tidak ada kegiatan yang bisa menghasilkan revenue khususnya di bisnis perhotelan. Kalaupun ada kebutuhan akan akomodasi untuk Isolasi Mandiri (Isoman) dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali, itupun tidak banyak dan hanya beberapa hotel saja yang kecipratan “Sekarang, PPKM Darurat diperpanjang hingga lima hari lagi, ini pastinya memperpanjang masa paceklik bisnis perhotelan yang sudah 16 bulan terpuruk,” ungkapnya.
Setelah penerapan PPKM Darurat, bisnis perhotelan semakin tidak jelas masa depannya. Apalagi kebijakan ini diperpanjang, maka sudah pasti akan menjadi andil memperburtuk bisnis perhotelan. Dirinya mengaku belum melihat langkah, komitmen dan keberpihakan pemerintah tentang kapan Bali benar-benar dibuka baik untuk wisatawan nusantara apalagi international. “Bali cenderung melaksanakan perintah atasan saja, tanpa benar-benar memperhatikan atau mengangkat masyarakat Bali dari keterpurukan. Jika terus begini, resesi dan kelaparan sudah pasti di depan mata,” ucapnya.
Tony menambahkan, kalaupun nantinya muncul Surat Edaran (SE) baru, tetapi masih mempersulit orang untuk datang ke Bali dengan alasan apapun atau prosedur protokol kesehatan yang akhirnya membuat biaya orang ke Bali semakin mahal, itu akan sama dengan SE sebelumnya. “Kami seungguhnya memerlukan himbauan dibarengi
solusi, sehingga bisa menghibur. Intinya, kami sudah melakukan semua aturan dan kebijakan, sekarang kami membutuhkan kepastian kapan Bali akan dibuka, sehingga bisnis kami bisa berjalan lagi karena sudah lama mati suri,” pungkas pria ini. (BTN/bud)
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *