Setelah hanpir 1,5 tahun pandemi Covid-19 memporakporandakan tatanan ekonomi, kesehatan, budaya dan sektor lainnya, mengakibatkan banyak dunia usaha perhotelan hampir kelimpungan. Bahkan, beberapa mengalami bangkrut dan menutup usahanya. “Karena itu, kami Indonesian Food & Beverage Executive Association (IFBEC) Bali menggelar gathering sebagai ajang silahturahmi antar sesama profesi makanan & minuman baik resto, bar dan club,” kata Ketua IFBEX Bali I Ketut Darmayasa dalam acara yang digelar di Griaya Santarian, akhir pecan lalu.
Gathering tersebut untuk diskusi update informasi yang berkembang di dunia makanan dan minuman terutama saat ini, paska pandemic. Disamping itu, juga update isu perkembangan pariwisata kedepan. “Banyak usaha kuliner yang sampai saat ini hanya dibayar perkedatangan, potong gaji, bahkan belum dipanggil untuk bekerja. Seperti diberitakan di beberapa media, hampir 77 ribu tenaga pariwisata mengganggur yang perlu mendapat perhatian semua pihak terutama pemerintah,” ungkapnya.
Open border telah memberikan vibrasi positif terhadap psikologis tenaga kerja pariwisata, namun sampai saat ini belum kelihatan tanda-tanda adanya direct flight dari negara-negar yang telah diumumkan akan mengunjungi Bali. “Sebenarnya Bali memiliki keunggullan dalam hal
ketaatan masyarakat Bali menjalankan anjuran Protokol Kesehatan (Prokes) yang di anjurkan pemerintah. Vaksinasi, dosis I maupun dosis II telah berjalan dengan baik hampir memenuhi target yang ditetapkan pemerintah,” bebernya.
Darmayasa menegaskan, keseriusan pelaku pariwisata khususnya yang bergerak dibisnis usaha wisata ada sebanyak 1800 industri pariwisata telah melakukan audit Cleanliness, Health, Safety, and Environmental Sustainability (CHSE) di gelombang I dan sebanyak 1200 industri telah melakukan audit CHSE digelombang kedua. Disamping itu, program PeduliLlindungi telah berjalan dengan baik, termasuk seamless dan contactless juga berjalan sangat baik.
Walau open border telah dilakukan, namun untuk mendatangkan wisatawan mancanegara masih ada beberpa kendala di lapangan yang perlu mungkin mendapat perhatian dari pemegang kebijakan; pertama ketentuan PCR yang diatur dalam Imendagri no 53 tahun 2021, SE-Kasatgas Covid19 no 21/2021, dan permen-kemenhub no 89/2021 disarankan agar di review dengan penurunan harga atau bahkan bisa di subsidi oleh pemerintah.
Kedua, karantina pada SE-Kasatgas Covid-19 dengan ketentuan 5 X 24 jam agar sebisa mungkin bisa dikurangi atau Bali dijadikan tempat karantina lokal dengan memilih tempat menginap yang telah memiliki sertifikat CHSE. Ketiga, mengenai Visa kunjungan wisata kalau bisa di kembalikan ke VOA. Sedangkan keempat, skema VTL seperti di sampaikan dalam KTT 13 IMT-GT. (BTN/bud)
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *