Foto-foto yang lahir pada pemerintah Kolonial Hindia-Belanda, ternyata sebagai awal mula Bali sebagai tujuan wisata. Bali dipromosikan sebagai daerah tujuan pariwisata dalam rangka meningkatkan pendapatan devisa pemerintah kolonial Hindia-Belanda. “Melalui foto orientalistik, Bali menjadi daerah kunjungan wisata, yang berimplikasi pada ketergantungan Bali terhadap wisatawan Barat,” kata I Made Bayu Pramana saat mempertahankan hasil disertasi dalam ujian terbuka Program Studi Seni, Program Doktor Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, Rabu (22/11).
Bayu Pramana yang merupakan dosen fotografi ISI Denpasar itu berhasil meraih doktor setelah melakukan penelitian yang berjudul “ Fotografi Orientalistik “ Pariwisata Bali era Kolonial Hindia -Belanda 1920-1930 an. Sidang ujian promosi doktor dipimpin Rektor ISI Denpasar Prof. DR. I Wayan Kun Adnyana, menyatakan menerima disertasi Bayu Pramana serta dinyatakan lulus dengan predikat sangat memuaskan dengan IPK 3,95.
Dalam disertasinya, Bayu Pramana menyebutkan fotografi dikontruksi oleh pemerintah Belanda, sejak 1908. Dalam Fotografi Orientalistik ditemukan konstruksi bentuk secara imajiner yang diatur sesuai dengan kepentingan pemerintah Kolonial Hindia-Belanda untuk mempromosikan Bali sebagai daerah tujuan pariwisata. Bali dipromosikan sebagai daerah tujuan pariwisata dalam rangka meningkatkan pendapatan devisa pemerintah kolonial Hindia-Belanda.
Putra dari I Nyoman Suamba, dari Banjar Kedaton Kesiman itu menegaskan, melalui foto-foto orientalistik itu, Bali menjadi daerah kunjungan wisata, yang berimplikasi pada ketergantungan Bali terhadap wisatawan Barat. Fotografi Orientalistik Bali yang secara historis dan estetis, ditandai dengan potongan potongan ikonik dan peluang ideologis yang diatur sedemikian rupa oleh fotografer, yang menaturalisasikan dengan serangkaian mode representasi khusus.
Bayu Pramana memaparkan, hasil dari konstruksi imajiner itu akan menampakkan hasil yang tampak natural, alami, seolah begitulah adanya. “Namun sejatinya hampir keseluruhan proses visual dirancang dan diatur sedemikian rupa untuk merepresentasikan gagasan tertentu,” kata suami dari Ni Putu Dian Kartika ini.
Visual Fotografi Bali yang diungkapkan dengan gambar-gambar indah tidak seindah “surga dunia” yang ditawarkan dalam narasi pariwisata. Gambar-gambar perempuan Bali dengan pose telanjang dada sebagian besar merupakan rekayasa para juru potret. “Dalam proses konstruksi fotografi orientalistik terjadi persilangan antara karakteristik budaya Bali dengan kepentingan-kepentingan rasionalistik pemerintah Kolonial Belanda yang dapat diwujudkan dalam berbagai konstruksi foto tentang aparatus kerajaan Bali, Kesenian Bali dan kegiatan masyarakat Bali,” jelasnya.
Secara estetik, lanjut Bayu, fotografi orientalistik tidak hanya mengandung nilai keindahan dan nilai kenikmatan, tetapi fotografi orientalistik mempunyai tujuan untuk membangun, menggugah rasa ingin tahu para wisatawan Barat mengenai kultur dan struktur masyarakat Bali yang memiliki ke-khasan dan keunikan sendiri. “Saya merasa seperti mimpi, karena tidak pernah membayangkan bisa berdiri disini, dan bersekolah hingga S3. Perjuangan yang cukup melelahkan, selama 4 tahun ini dan berbagai kesibukan di prodi akhirnya bisa menyelesaikan progran ini,” kata ayah dari tiga anak itu.
Sementara itu Rektor ISI Prof. Kun Adnyana mengaku bangga kepada Bayu Pramana yang kini resmi menyandang sebagai doktor. “Saat membimbing Bayu, seperti menemukan partner baru, sahabat baru juga mendapat data otentik. Dia menemukan di jaman kolonial kehidupan orang Bali yang sederhana dan itu adalah konstrukti orientalistik, kita mendapatkan gambaran sesungguhnya. Pariwisata ini tak datang begitu saja, tetapi ada banyak kepentingan di dalamnya,” kata Prof. Kun. (BTN/bud)
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *