Federasi Serikat Pekerja Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (FSP Parekraf) Bali mengusulkan pelatihan bagi pekerja pariwisata terkait dengan penguatan budaya lokal. Hal tersebut untuk menciptakan kualitas pariwisata Bali yang berlandakan budaya. Pekerja pariwisata sebagai ujung tombak dalam memberi pelayanan kepada wisatawan, mesti memahami budaya lokal. “Saya mengapresiasai usulan FSP Parekraf dari Bali,” kata Ketua Umum FSP Parekraf, Jum Hur Hidayat saat berdialog dengan Persatuan Unit Kerja (PUK) FSP Parekraf Bali di kantor SPSI Denpasar, Senin (9/5).
Bali mampu memelihara lokalitas budaya itu, sehingga orang asing mengalir datang ke pulau ini. Maka itu, tidak boleh ada pikiran tidak menggelolarakan dan membesarkan kebudayaan local itu. “Saya setuju banget. Itu memang tugas FSP Parrekraf yang menjaga semua kearipan lokal. Atas masukan itu, kami akan mendorong pelatihan-pelatihan terkait penguatan budaya local. Bukan hanya memelihara, tetapi mengaktualkan, menghidupkan budaya local supaya menjadi daya tarik. Sekali lagi saya setuju gagasan itu,” ungkapnya.
Jum Hur Hidayat yang juga Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indoensia (KSPSI) ini juga menampung usulan untuk memasukan pembelajaran undang-undang tenaga kerja dalam kurikulum SMK pariwisata ataupun universitas. Hal ini sangat penting diberikan karena setelah tamat, mereka akan memasuki dunia kerja. Termasuk pula menampung masukan mencabutan Undang-ndang Cipta Kerja (Omnibus Law), karena itu sangat merugikan anggota FSP Parekraf. “Masukan dari FSP Parekraf ini sangat penting untuk dijadikan program nasional. Sekarang anggota yang memberi masukan, dan kami yang akan menjalankan,” ucapnya.
Pariwisata itu masa depan bangsa, maka Jum Hur Hidayat mengharapkan SP Parekraf jangan sampai lengah. SP Parekraf harus berkolabrasi dengan semua pihak, mulai pengyediaan sumber daya manusia, mempromosikan daerah-daerah wisata. Jangan pula melayani wisatawan seadanya. “Semua orang belajar di Bali. Karena itu, Bali tetap melangkah lebih maju. “Serikat pekerja itu ujungnya ada bisnis, maka orang-orang yang berpotensi menjadi lemah harus bersatu, sehingga serikat pekerja itu penting. Jangan sampai bisnis maju berkembang, tetapi pekerja pariwisatanya tak sejahtera. Semuanya mesti kebagian bahagianya,” sebutnya.
Ketua DPD FSP Parekraf, I Putu Gunanta Yadnya Gunanta mengatakan, dalam dialog ini pihaknya ingin memberikan masukan-masukan, karena saat ini SP Parekraf memerlukan banyak pendidikan yang ada di daerah-daerah Bali, lalu dikolaborasikan ditingkat pusat. “Kami berharap, masukan ini bisa diakomodasi. Apa yang kami inginkan bisa dilaksanakan oleh PUK-PUK terutama untuk bisa mencapai taraf hidup pekerja menjadi lebih baik. Bergabung ke SP Parekraf ini, memang ingin ada sebuah pembaharuan,” paparnya.
Sebut saja dengan acara ini seagai sebuah pembaharuan, dimana ketua datang menyerap masukan dari anggota untuk dijadikan sebuah program. Bukan program dari ketua, lalu anggota hanya melaksanakan. Ketua sekarang tidak membuat program sendiri, tetapi melaksanakan apa yang diprogramkan oleh PUK-PUK itu sendiri, termauk program PUK Bali. “Itu keingian dari PUK yang harapannya akan membuat mereka lebih sejahtera. Sekarang ini, ketua umum menyerap aspirasi dan masukan dari SP Parekraf di Bali,” tegasnya.
Mengenai Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law), Gunanta melalui aspirasi dari anggotanya mendorong penguru pusat untuk mencabut, bukan memperbaikinya. Undang-undang Omnibus Law klaster ketenagakerjaan itu bisa dicabut karena sangat merugikan SP Parekraf. “Walau itu sudah diperjuangkan di pusat, namun itu tetap menjadi usulan kami. Selama ini undang-undang tersebut sudah merugikan tenaga kerja, maka itu kita mendorong pusat untuk mencabutnya,” ungkapnya. (BTN/bud)
Berbagai daerah di Indonesia, mesti meniru Bali dalam melestarikan budayanya. Meski Bali mengalami pergaulan antar bangsa, tetapi tidak menghilangkan lokalitas budayanya. “Saya sangat menghargai. Saya betah di Bali gara-gara itu. Setiap ke Bali terasa beda, bukan kota sembarangan. Nah saya inginkan di berbagai daerah juga begitu,” kata Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (FSP Parekraf), Jum Hur Hidayat saat berdialog dengan Persatuan Unit Kerja (PUK) FSP Parekraf Bali, Senin (9/5).
Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indoensia (KSPSI) ini menegaskan, jika ingin pariwisata Bali tetap unggul, Bali mesti harus tetap mempertahankan lokalitas budaya yang dimiliki. Jangan budaya luar itu mendominasi. “Maka, itu yang harus ditularkan ke semua negara. Jangan dibalik. Justru, mereka yang mau datang ke Bali karena keunikan budaya itu. Kalau kita berubah semacam kota metropolitan biasa menjadi gaya barat, mereka tak perlu ke Bali jadinya,” tegasnya.
Justru karena Bali mampu memelihara lokalitas budaya itu, sehingga orang asing datang. Maka itu, tidak boleh ada pikiran tidak menggelolarakan dan membesarkan kebudayaan local itu. “Saya setuju banget. Itu tugas FSP Parrekraf menjaga semua itu, makanya pelatihan-pelatihan terkait penguatan budaya local akan kita dorong. Bukan hanya memelihatra, tetapi mengaktualkan, mengihudupkan budaya local supaya menjadi daya tarik. Sekali lagi saya setuju gagasan itu,” ungkapnya.
Pariwisata itu masa depan kita, maka jangan sampai lengah. FSP Parekraf harus berkolabrasi dengan semua pihak, mulai pengyediaan sumber daya manusia, mempromosikan daerah-daerah wisata. Jangan melayani wisatawan tidak sempurna. Bali ini luar biasa, semua orang sudah belajar di Bali. Karena itu, Bali tetap melangkah lebih maju. “Serikat pekerja itu ujungnya ada bisnis, maka orang-orang yang berpotensi menjadi lemah harus bersatu, sehingga serikat pekerja itu penting. Jangan sampai bisnis maju berkembang, tetapi pekerja pariwisatanya tak sejahtera. Semuanya mesti kebagian bahagianya,” ungkapnya.
Ketua DPD FSP Parekraf, I Putu Gunanta Yadnya Gunanta mengatakan, dalam dialog bersama ketua umum ini pihaknya ingin memberikan masukan-masukna dari Pengurus Unit Kerja (PUK) yang sudah bergabung ke SP Parekraf, bahwa saat ini memerlukan banyak pendidikan yang ada di daerah-daerah Bali, lalu dikolaborasikan ditingkat pusat. “Kami berharap, masukan ini bisa diakomodasi. Apa yang kita inginkan bisa dilaksanakan oleh PUK-PUK terutama untuk bisa mencapai taraf hidup pekerja menjadi lebih baik,” harapnya.
Bergabung ke SP Parekraf ini karena memang ingin ada sebuah pembaharuan. Hal itu sudah ditunjukan oleh ketua dengan menyerap masukan dari anggota. Ketua sekarang tidak membuat program sendiri, tetapi melaksanakan apa yang diprogramkan oleh dari PUK-PUK itu sendiri, termauk program PUK Bali. “Itu keingian dari PUK yang harapannya akan membuat mereka lebih sejahtera. Intinya sekarang, ketua umum menyerap aspirasi yang disampaikan oleh para PUK yang masuk dalam SP Parekraf di Bali,” tegasnya.
Masukan-masukan yang diberikan oleh anggota PUK, diantaranya Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law) itu bisa dicabut, sehingga tak merugikan anggota FSP Parekraf. Undang-undang Omnibus Law klaster ketenagakerjaan itu bisa dicabut dan sudah diperjuangkan di pusat. “Nah, kebetulan itu yang diinginkan. Sebab, selama ini undang-undang itu sudah merugikan tenaga kerja, maka itu kita mendorong pusat untuk mencabutnya. Ada kabar itu akan diperbaiki, tetapi kami menuntut untuk dicabut,” ungkapnya.
Disamping itu, masukan PUK Bali adalah menjaga kearipan local Bali dengan menyelenggarakan pelatihan-pelatihan ditingkat local. Apa yang menjadi kearipan local dan yang menjadi primadina di local itu, maka pendidikan seperti itulah yang diberikan. “Untuk dorongan kepengurusan FSP Parekraf di tingkat pusat, kami akan mempertimbangkan bersama teman-teman, sehingga ada wakil Bali bisa masuk pemgurus pusat. Memang, sejak deklarasi memang Bali memutuskan untuk tak ikut ada di pengurusan pusat, tetapi karena adanya dorongan dari Keta Umum, kami pasti koordinasikan,” pungkas Gunanta. (BTN/bud)
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *