Gong Kebyar Duta Kabupaten Gianyar tetap Primadona

Gong Kebyar Duta Kabupaten Gianyar tetap Primadona

Meski utsawa (parade) gong kebyar disajikan dengan format yang berbeda pada Kesenian Bali (PKB) ke-44 tahun 2022 ini, namun penampilan seni ini tetap menjadi primadona. Lihat saja penampilan Duta Kabupaten Gianyar di Panggung Terbuka Ardha Candra, Taman Budaya Art Center Denpasar, membius ribuan penonton, Kamis (16/6) malam. Duta dari daerah seni di Bali itu menampilkan gong kebyar anak-anak, remaja hingga gong kebyar dewasa yang berada dalam satu panggung. Artinya, tidak lagi disajikan secara mebarung atau “mepetuk” (mebarung) tampil bersama dengan duta kabupaten lain.

Gong Kebyar Dewasa yang diwakili oleh Sekaa Gong Jenggala Gora Yowana, Desa Adat Tegallinggah, Desa Bedulu, Kecamatan Blahbatuh berada di panggung sebelah kiri panggung (selatan) dengan kostum gelap. Sementara Gong Kebyar Wanita yang diwakili oleh Komunitas Pancaka Tirta, Desa Manukaya, Kecamatan Tampaksiring diberikan poisi di tengah-tengah depan gabupra panggung. Sedangkan Gong Kebyar Anak-anak yang diwakili oleh Sekaa Gong Kumara Satya Kencana, Lingkungan Sengguan Kangin, Kelurahan Gianyar, Kecamatan Gianyar menempati panggung di sebelah kanan panggung (utara) memakai busana putih.

Mengawali penempilannya, Duta Kabupaten Gianyar menampilkan lagu Bungan Pucuk yang diiringi gong anak-anak. Lagu itu dibawakan seorang pria dan wanita itu kemudian menjadi MC memandu setiap penampilan masing-masing gong kebyar dari tiga seniman yang berbeda kategori itu. Ketika masing-masing sekaa gong itu diperkenalkan oleh MC, masing-masing memberi salam perkenalan dengan memainkan sepenggal tabuh yang memang digarap secara khusus. Aksi dari masing-masing sekaa gong itu tentu saja mendapat sambutan meriah dari pengunjung PKB.

Duta seni Kabupaten Gianyar menyajikan satu konsep budaya yang utuh. Dalam penampilannya memakai konsep Tridatu, sebuah gagasan konsep ajaran Agama Hindu terkait dengan Tri Kona. Sekaa gong wanita menggunakaan busana warna merah sebagai konsep penciptaan. Sebab, dari rahim ibu-ibu itu melahirkan putra-putra yang luar biasa membangun dunia secara utuh. Sementara sekaa gong pria memakai busana warna hitam simbol Dewa Wisnu melambangkan air. Sedangkan sekaa gong anak-anak memakai busana warna putih, seperti kertas tisu, sebagai simbol mudah menyerap apapun, berharap anak-anak mempu menyerap ilmu pengetahuan.

Sekaa Gong Komunitas Bali Agung Pancaka Tirta mengawali pementasannya dengan menampilkan “Tarian Ritus Ngwayon”. Tari ini mengambarkan prosesi ritual keagamaan dengan berbagai sarana upakara dan uperengga sebagai makna hubungan harmonisasi dengan Hyang Widhi Yang Maha Agung. Kemegahan dan kewibawaan suasana upacara tampak dengan ditarikanmya beragam kesenian baris gede dan rejang sesutrian sebagai wujud syukur sradda bakti umat akan karunia dan kebesaran Tuhan, dan seolah-olah Ida Betara pun ikut menari di alam kedewataan.

Sekaa Gong Anak-Anak Kumara Satya Kencana kemudian menampilkan Tabuh Pepanggulan yang digarap oleh I Ketut Cater dan I Gusti Ngurah Jaya Kesuma. Tabuh ini terinspirasi dari nafas kehidupan niskala ring natar Pura Sada Sengguan Gianyar yang sedang asyik bermain berbaur dengan anak-anak yang ngayah saat Puja Wali. Bali memiliki kesatuan gotong royong dengan rasa kebersamaan sebagai modal semangat bersatu untuk menuju Danu Kerthi dengan menjaga keseimbangan rasa, alam bumi kehidupan. Hal itu dilestarikan melalui nunas tirta penawaratnaan kehidupan dengan kekompakan, keindahan sebagai modal bermain dalam seni tabuh pepanggulan Kumara Sada ini.

Sekaa Gong Jenggala Gora Yowana lalu menyajikan Tari Kreasi “Ki Pasung Grigis” yang digarap oleh I Made Sudiasa dan I Nyoman Sunarta sebagai penata karawitan dan gerong. Tari ini mengisahkan keteguhan, kesaktian, dan kesetiaan maha patih Ki Pasung Grigis. Ia sangat setia pada Raja Tubagus Macuet yang bergelar Sri Asta Sura Ratna Bumi Banten di kerajaan Bada Hulu.

Sekaa Gong Komunitas Bali Agung Pancaka Tirta kembali tampil menyajikan Kreasi Kembang Laras “Gina Ginung” Kembang Laras adalah jalinan musik dan tembang yang tertata apik sebagai sebuah sajian komposisi tabuh, sedangkan Guna Gina Ginung dapat diartikan sebagai kesadaran akan kewajiban dalam menjalankan swadarma kehidupan sesuai kemampuan dan potensi diri yang dimiliki, guna menata langkah kedamaian hidup bermasyarakat yang nyaman dan santun.

Sekaa Gong Kumara Satya Kencana menampilklan Tari Kreasi “Nawa Ratna” sebuah tari penyembutan. Karya yang ditata Agung Giri Putra dan I Ketut Cater sebagai penata iringan terinspirasi dari Pusaka Permata Nawaratna yang disucikan di Puri Agung Gianyar. Sembilan warna yang terdapat pada permata Nawaratna, memiliki kekuatan mistik “Sembilan Dewa Surgawi” serta nilai kesucian yang mampu memberikan spirit dan aura positif. Nawaratna diturunkan pada waktu tertentu dengan sebuah ritual khusus untuk meminta air suci, yang nantinya digunakan sebagai “Tirtha Pengruwatan”

Sekaa Gong Jenggala Gora Yowana lalu menyuguhkan Tabuh Kreasi “Mirah Banyu” yang digarap I Wayan Dibya Adi Guna. Sungai Pakerisan, merupakan sungai yang melintasi wilayah Desa Adat Tegallinggah yang terdapat sebuah goa mengeluarkan sumber mata air bening dan bersih. Ketika terpapar sinar matahari, membias dengan banyak warna bagaikan permata nan indah yang disebut mirah. Tempat ini akhirnya disucikan sebagai tempat pasiraman khayangan tiga, panglukatan sekaligus sebagai sumber irigasi dan mata air ini sebagai sumber kehidupan.

Pengunjung PKB kemudin Tari Kreasi “Kembang Janger” oleh Sekaa Gong Komunitas Bali Agung Pancaka Tirta Manukkaya. Tarian ini merupakan bentuk baru dari seni janger yang telah dikembangkan menjadi sebuah tarian kreasi dengan iringan musik gamelan Gong Kebyar. Identitas dan kekhasan seni Janger sebagai tarian sosial pergaulan muda-mudi yang bernuansa keceriaan dan kebersamaan masih tampak kuat melekat dalam karya ini. Tari ini digarap A A Gde Oka Dalem dan I Wayan Darya sebagai penata music.

Tari kreasi dengan judul “Rare Sada” suguhan Sekaa Gong Anak-Anak Kumara Satya Kencana juga tak kalah menariknya. Karya tari ini, implementasi dari Danu Kerthi Huluning Amertha atau memuliakan air sebagai sumber kehidupan yaitu bertujuan ingin merubah jiwa “preman” menjadi seniman. Tari ini ditata Dewa Memet dan penata karawitan Anak Agung Raka Jaya Kesuma. Sajian pamungkas duta Kabupaten Gianyar sebuah pragmentari “Ki Tunjung Tutur” yang disajikan Sekaa Gong Jenggala Gora Yowana. (BTN/bud)

Posts Carousel

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked with *

Latest Posts

Top Authors

Most Commented

Featured Videos

Need Help? Chat with us