Bulan Bahasa Bali 2021 membawa angin segar bagi kalangan generasi muda untuk mencintai budaya, khususnya sastra dan aksara Bali. Lihat saja “Ngripta” Lomba Cerpen Bahasa Bali serangkaian Bulan Bahasa Bali 2021, antosias generasi muda sangat tinggi. Lomba itu dibanjiri peserta. Panitia menerima 68 tulisan cerpen yang bersaing secara ketat. Cerpen itu dinilai oleh tim juri secara Dalam jaringan (Daring). Tim juri cipta cerpen adalah I Gede Agus Darma Putra, S.Pd., M.Pd.B., Sastrawan Made Sugianto, dan Sastrawan Putu Supartika, S.Pd.
Walau semua cerpen yang masuk itu hamper semuanya bagus, namun dewan juri tetap memilih cerpen yang terbaik dari yang baik. Dewan juri kemudian menetapkan I Putu Suweka Oka Sugiharta sebagai Juara I, I Wayan Wikana dan IGB Weda Sanjaya sebagai Juara II dan Juara III.
Sugiartha meraih juara pertama dengan cerpennya yang berjudul Leak Ngalas yang mengangkat kisah tentang seorang gadis bernama Putu Puspita yang bertemu dengan perempuan tua bernama Dadong Wangi. Dadong Wangi menjaga hutan yang ada di wilayahnya hingga berani mengorbankan keluarganya. Namun, oleh warga Dadong Wangi digosipkan bisa ngeleak. Pada akhirnya Dadong Wangi harus tewas dibakar hidup-hidup beserta hutan yang dijaganya oleh Nyoman Bontoan karena tak mau pergi dari hutan yang rencananya akan dibanguni villa.
Juri, I Made Sugianto mengatakan, konflik yang terbangun dalam cerpen ini terjalin dengan rapi. Cerita pun diselesaikan dengan apik dan mengejutkan. “Bahasa yang digunakan pun sangat Bali. Karena banyak ada cerpen walaupun berbahasa Bali, namun agak kaku, seperti diterjemahkan dari Bahasa Indonesia,” kata Sugianto, Senin (22/2).
Untuk cerpen peraih juara kedua berjudul Ngempi ka Alas Embid. Cerpen ini berkisah tentang seorang lelaki tua, Pekak Wana yang tanahnya di perbukitan yang rimbun dijual oleh sang anak ke pihak desa adat. Dikarenakan tanah tersebut sudah menjadi milik desa adat, dirinya pun diusir. Setelah Pekak Wana meninggal, tanah tersebut dibanguni bangunan mewah dan berakibat pada kekeringan panjang. Namun suatu ketika, tiba-tiba hujan lebat yang membuat air bah dan membuat perbukitan tersebut ambrol.
Cerpen yang meraih juara tiga berjudul Madé Wana lan Klebutan ring Ulun Désa. Cerpen ini berkisah tentang seorang anak bernama Made Wana yang suka menggambar klebutan (mata air) di hulu desanya. Ia mengaku, setiap menggambar klebutan, haus yang dirasakannya tiba-tiba hilang.Akan tetapi, tiba-tiba ada rencana pembangunan tower di lokasi klebutan tersebut.
Sugianto menyatakan, secara tema cerpen dalam lomba ini kurang bervariasi. Selain itu, ada juga cerpen yang secara tema cukup bagus, namun penggarapannya kurang serius.“Ada juga yang kurang menguasai tema yang diangkatnya,” ungkapnya.
Namun, dari segi jumlah peserta dirinya merasa bahwa hal ini merupakan angin segar bagi perkembangan sastra Bali modern khususnya cerpen.Ia pun berharap peserta lomba ini mau ikut memajukan keberadaan sastra Bali modern di Bali. (BTN/bud)
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *