Ada sestau hal yang sangat berbeda dialami Isamu Maeda saat menginjakkan kakinya pertengahan bulan lalu di Bali. ‘’Bukan yang pertama kalinya saya ke Bali. Sudah ke sekian kali nya, sudah puluhan kali. Namun ada sesuatu hal yang lain, yang sangat spesial pada kedatangan saya kali ini,’’ tutur Isamu Maeda (91) saat ditemui di Bali Yuai Denpasar, Selasa (2/5).
Biasanya, Maeda San ke Balis elalu ditemani sang istri, Sachiko. Namun, Tuhan mempunyai skenario lain dalam perjalanan hidup pasangan ini. Pasangan hidupnya, Sachiko Maeda (85), dipanggil tuhan medio tahun lalu. ‘’Sekarang saya datang sendiri, tentu rasanya sangat berbeda,’’ ujar ayah dua putra yang tinggal di Kyoto Jepang ini. Dulunya dia seorang bankir dan sudah bolak balik Bali-Jepang.
Awal awal tujuannya ke Bali hanya untuk main golf. Ketika lapangan golf di Jepang tertutup salju saat musim dingin maka Maeda San serta istrinya ke Bali untuk menyalurkan hobinya bermain golf. Tinggalnya pun tergolong lama, hampir satu bulan. Ketika kemudian menjalin persahabatan dengan I Gusti Kompyang Pujawan, penglingsir Pasemetonan Denpasar-Fukuoka, ada yang kemduian berubah. Tidak hanya lama tinggal yang ‘’membengkak’’ mencapai hitungan enam bulan, tetapi juga hubungan persahabatan mereka juga sudah mencakup keluarga.
‘’Saya datang ke Bali sendiri. Perjalanan dari Kyoto-Tokyo-Singapura dan kemudian terakhir Denpasar membuat saya sedikit khawatir,’’ ujarnya. Di samping karena faktor usia, tentu ada hal lain yang membuatnya tidak biasa. Pergi jauah sendiri, yang dulu biasanya bersama istri, kini harus seorang diri.
Namun kedatangannya kali ini ke Bali ternyata membawa amanat almarhur sang istri. Sachiko Maeda, pernah berkata bahwa dia ingin diupacarai secara Agama Hindu di Bali setelah kematiannya. ‘’Saya membawa abu dan tulang istri saya dalam sebuah tempat kecil dan emudian iupacarai. Selanjutnya abu itu dilarung perairan Pantai Padang Galak.
I Gusti Kompyang Pujawan bersama sang anak Aanak Agung Gede Nirarta yang ikut mendampingi menjelaskan bahwa hubungan keluarganya dengan keluarga Maeda San sangat dekat. Maka, ketika ada keinginan dari Maeda untuk mengupacarai istrinya secara Agama Hindu diapun menyetujuinya. Singkat cerita, upacara mamukurpun dilakukan berbarengan dengan upacara mamukur istri Kompyang Pujawan,mendiang Made Ida Dwi Ratna Winten.
‘’Saya melarung abu istri di laut,’’ ujar Maeda. Dia santat berterima kasih atas bantuan keluarga Kompyang Pujawan beserta kerabat lainnya sehingga amanat istri ini terwujud. ‘’Karena faktor usia, ini adalah kedatangan saya yang terakhir ke Bali,’’ ujarnya sambil tak hentinya mengucapkan terima kasih. ‘’Saya sangat mencintai Bali. Persahabatan ini tentu tidak akan berakhir karena saya tidak kemari lai. Anak saya yang akan melanjutkannya,’’ ujarnya. Sayonara Maeda San. (BTN/055)
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *