Kelas “Yoga Orgasme” Coreng Pariwisata Bali Berlandaskan Budaya

Kelas “Yoga Orgasme” Coreng Pariwisata Bali Berlandaskan Budaya

Berita terkait kelas yoga orgasme di sebuah hotel di Bali menjadi viral di media sosial belakangan ini. Apakah ide ini hanya untuk mencari sensai, atau memang menghalalkan segala cara agar bisa mendapatka uang dimasa yang sulit ini. Hal ini, tentu mendapat respon dari kalangan pariwisata yang pada intinya tidak setuju dengan kelas yang dianggap tidak sesuai dengan pariwisata Bali yan berlandaskan budaya Bali. Kegiatan tersebut juga dapat mencoreng pariwisata Bali yang sangat terkenal denga keunikan budaya yang sudah dikenal di mancanegara..

Ketua Bali Villa Association (BVA) Chapter Badung, Putu Gede Hendrawan mengatakan, hotel dijadikan kegiatan yoga orgamesme dan forto semi bugil sangat tidak sesuai dengan paiwisata Bali yang berlandaskan budaya Bali. Bali sebagai pariwisata budaya, karena adat-istiadatnya, budayanya, estitika dan etika masyarakatnya. “Saya sangat tidak setuju kegiatan yoga orgasme ini. Yoga itu identik dengan kegiatan spiritual, kerohanian dan kegiatan beretike yang jauh dari kegiatan porno aksi. “Saya sebagai pelaku pariwisata selalu menjaga marwah dan martabat pariwisata Bali yang berlandaskan budaya, pariwisata yang beretika dan memiliki aura dari Pulau Dewata,” katanya.

General Manager Ziva a Boutique Villa Bali ini menambahkan, dirinya yakin semua hotel, property tidak akan mengijinkan kegiatan hal-hal yang tidak sesuai dengan norma dan etika pariwisata berbudaya Bali. Hal itu, akan dapat merusak nama baik dan citra akomodasi dan pariwisata Bali. “Kami berharap hal ini mendapat pantauan secara ketat oleh manejemen hotel, vila atau akomodasi lainnya. Perlu diingat, yoga itu salah satu paket yang bisa dicreate untuk mendapatkan simpati wisatawan, seperti kegiatan kerohanian, spirituasl, mediatasi yang didukung dengan alam, keagamaan dan kegiatan masyaraikat yang konek dengan kegiatan Tuhan. Jangan dimasa sulit seperti ini, kegiatan yang sifatnya kerohanian dimanfaatkan untuk mendapatkan pundi pundi,” pesan Hendrawan yang juga penggiat spiritual ini.

Managing Director Om Ham Retreat And Resort, Ni Putu Sawitri mengatakan, kalau dari konteks Yoga, teknik Yoga itu bermacam-macam. Dalam Yoga ada istilah Tantra dan Pranayama, yang mengajarkan bagaimana membangun energi dalam tubuh, sehingga bisa mencapai vitalitas. Perlu dilakukan koreksi dari segi marketing, kalau memang itu mengarah kepada tindakan prostitusi, tentu bertentangan dengan adat dan budaya Bali. “Ubud sangat identik dengan yoga. Banyak yang beranggapan belum ke Ubud kalau belum Yoga di Ubud! Om Ham Retreat And Resort berfokus pada retreat program, dimana tamu kami lebih banyak melakukan kegiatan Yoga, Meditasi, Program makanan sehat dan spa treatment.,” ujarnya.

Sawitri yang juga Humas Ubud Hotel Association (UHA) menambahkan, dari pengalamannya menyajikan program yoga, terkadang hotel hanya menyewakan fasilitas saja dan ada pihak lain sebagai fasilitator program. Namun, sebelum membuat kesepakatan itu, ada proses diskusi antarpihak. Management mengetahui apa saja program yang akan dilakukan client tersebut. “Kami memang tidak mengijinkan praktek atau kelas yang berpotensi melanggar hukum. Jadi, kami sepakat menjaga agar property tidak terimbas hal dan berita negatif. Intinya hotel pasti harus selektif dalam melakukan perjanjian dengan pihak klien,” ucapnya.

Hal senada juga dikatakan CEO Pramana Experince I Nyoman Sudirga Yusa. Menurutnya, berita tentang yoga orgasme dan photo bugil itu sangat merugikan bagi brand Bali sebagai destinasi pariwisata budaya untuk Indonesia. Apalagi, Bali dalam beberapa lalu telah ditetapkan sebagai salah satu destinasi pariwisata terkemuka di dunia yang disejajarkan dengan destinasi-destinasi lainnya, seperti Paris dan London etc. “Saya berharap pemberitaan negatif terhadap pariwisata Bali beberapa minggu terakhir itu harus segera diselesaikan dan dicarikan antisipasi. Itu penting, agar tidak terulang dimasa depan . Jika ada indikasi merugikan bagi brand Bali, pihak-pihak yang bertanggungjawab harus diberikan sanksi yang tegas untuk memberikan efek jera. Otoritas yang bisa mengawasi juga harus ada, sehingga tidak terulang lagi, dan harus ada upaya recovery dan strategy marketing destinasi Bali kedepan,” usulnya.

Dosen Politeknik Negeri Bali, Prof, I Putu Astawa Hotel mengatakan, sebagai penyedia layanan kamar berkaitan pemanfaatan, tentu merujuk pada aturan yang ada. Jika digunakan sebagai hal yang bertentangan dengan hukum, tata susila, adat atau budaya lokal mesti dapat diproses sesuai aturan yang ada. Tidak diperkenankan memberikan alasan karena masalah duit melakukan kegiatan melanggar Standar Operasional Prosedur (SOP). “Ibarat orang lapar mengambil makanan orang lain tanpa pemberi tahuan, sehingga dikatagorikan mencuri, maka tetap diproses secara pidana. Begitu juga para pemilik hotel membeiarkan para tamunya melakukan kegiatan diluar kaedah hukum yang berlaku perlu ditindak dan diberikan sanksi karena sudah bertentangan dengan konsep budaya Bali,” sebutnya. (BTN/bud)

Posts Carousel

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked with *

Latest Posts

Top Authors

Most Commented

Featured Videos

Need Help? Chat with us