Penampilan anak-anak setingkat SMP ini begitu memikat. Puisi Bali tak hanya dibaca dengan suara yang lugas, tetapi juga diekspreasikan melalui mimik dan tubuh mereka. Mereka betul-betul menjiwai setiap puisi yang dibawakan, sehingga membuat penonton yang hadir terpukau. Itulah Wimbakara (Lomba) Ngewacen Puisi Bali Anyar serangkaian Bulan Bahasa Bali ke-5 di Kalangan Ayodya, Taman Budaya Provinsi Bali, Selasa (7/2). Sedikitnya ada 24 peserta, baik peserta laki-kai ataupun perempuan yang tampil dalam ajang tahun itu.
Dari hasil penilaian tiga peserta berhak menyandang pemenang atau Jayanti Wimbakara (lomba) membaca Puisi Bali Anyar. Yakni Juara 1 Ni Putu Renaisan Andari Teja Siswi SMP N 1 Denpasar, kemudian juara 2 I Made Suartama Yasa, siswa SMPN 14 Denpasar dan Juara 3. I Gusti Ayu Andhini Iswari dari SMPN 6 Denpasar. “Saya sempat tidak yakin mampu menjuarai lomba bergengsi tingkat provinsi ini. Saya sempat ragu karena ada yang kurang pas saat tampil tadi,” kata Renaisan usai diumumkan dirinya sebagi juara satu.
Dewan Juri, Ketut Sudewa mengaku bangga dengan penampilan peserta lomba saat itu. Maka itu, ia sangat mengapresiasi terhadap minat anak-anak dalam melakukan kegiatan membaca puisi itu. Apalagi, puisi Bahasa Bali yang biasanya menjadi kendala pada bahasa. Seluruh peserta tampil sangat baik, khususnya dalam pengembangan aksara, bahasa dan sastra Bali, sesuai dengan kebijakan Gubernur Bali. “Hanya saja, ini mestinya diikuti oleh daerah dari kabupaten dan kota madya. Bila perul, ini dilakukan dari tingkat desa, dan kecamatan,” ucapnya.
Sebut saja, seperti Pesta Kesenian Bali yang dilakukan dari tingkat bawah. Kalau hanya dilakukan dari atas, terkadang tidak menjangkau semua yang dibawah. Sebab, yang tahu keadaan di bawah kan pemerintah di tingkat bawah. Alapagi, kedepanya di jaman serba cepat ini, bahasa Bali harus dijaga agar jangan tersisih dengan budaya lain. Bahasa Bali adalah salah satu sumber budaya Bali. “Teman-teman sastrawan, harusnya dilibatkan di tingkat bawah. Jangan hanya membina yang sudah di atas. Teman-teman sastra Bali kan banyak sekali, mulai dari kabupaten lalu direkrut di tingkat provinsi,” papar Dosen Fakultas Ilmu Budaya Unud ini.
Lomba ngewacen puisi Bali anyar ini merupakan ruang yang diberikan oleh Gubernur Bali, maka itu teman-teman sastra Bali modern kembali membina pada anak-anak khususnya bagi anak SD dan SMP. Terutama dalam penguasaan bahasa Bali, sehingga mengerti pemakaian bahasa alus, dan bahasa kasar. Kegiatan ini sangat baik untuk mengasah otak dan pikiran. Terkadang mengasah pikiran itu kurang dilakukan kaena harus mengejar teknologi. “Saat ini banyak anak-anak yang jurusan IPA menekuni sastra, teater dan kegiatan seni lainya. Itu kan untuk mengasah otak, menyeimbangkan otak kanan dan kiri,” sebut sastrawan asal Kaeangasem ini.
Walau secara umum seluruh peserta tampil bagus, lanjut Sudewa, namun beberapa dari peserta ada yang tidak tahu arti dari bahasa itu. Penyair-penyair daerah, dari kabupaten sering membuat puisi yang menyertakan dialek darahnya masing-masing. Dan ini memang sangat menarik. “Sayangnya beberapa anak-anak pembaca puisi tadi itu tidak memahami arti. Harusnya mereka mulai dari arti kata, baru menafsikan lalu mengepresikan. Ada juga yang salah baca kata-katanya. Itu menandakan bahasa Bali kurang dipahami. Tapi, dari keinginan mereka untuk ikut lomba sangat bagus dan patut diacungi jempol,” paparnya.
Namanya juga baca puisi, maka harus membaca. Walaupun sudah haval, tetapi tetap saja membaca. Pada lomba kali ini, ada yang tak membaca puisi tetapi menghaval. Dalam membaca puisi itu, juga terkadang bergerak bagai seorang pemain drama di panmggung. “Itu boleh saja, tetapi jangan lebay, sehingga menjadi kurang menarik. Bergerak itu bagus, namun porsinya harus pas, karena ini ajang membaca puisi, bukan bermain drama,” paparnya. (BTN/bud)
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *