Canggu dan Seminyak sebagai kawasan wisata yang megalami perkembangan yang begitu pesat. Maka tak heran, dua kawasan ini juga berkembang dibidang akomodasinya. Namun, sayang, ada indikasi akomodasi itu lebih banyak dimiliki orang asing. Praktek usaha akomodasi orang asing (Rusia dan Ukraina) di Bali. “Bahkan, ada pemesanan kamar wisatawan domestik yang dilakukan melalui orang asing yang memiliki akomodasi di Bali,” kata Ketua Bali Tourism Board (BTB) IB Agung Partha Adnyana, pada FGD Pariwisata berkualitas berbasis Tri Hita Karana beberapa waktu lalu.
Kondisi tentu saja itu, kue pariwisata Bali dinikmati orang asing, bahkan transaksi bisa berlangsung di negara lain. Pembayarannya keluar dan sudah pasti kebocoran ekonomi sudah tinggi sekali. “Maka dari itu, akomodasi harus bekerjasama dengan Dinas Perijinan dan Desa Adat setempat. Tentu saja, Dinas dan Desa Adat mesti memiliki aplikasi pemantauan orang asing dan pembangunan hotel dan villa. Cara-cara seperti itu yang harus diterapkan dalam situasi sekarang. Kalau enggak, kebocoran ekonomi pasti tinggi sekali,” sebutnya.
Jika kondisi kebocoran ekonomi terjadi dengan kasus transaksi akomodasi pada orang asing, maka industri pariwisata di Bali akan rugi dan tidak memberi manfaat bagi masyarakat lokal. Padahal, pemulihan kunjungan wisatawan ke Bali saat ini telah mencapai 83% dibandingkan periode sama tahun 2019. Pemulihan tersebut juga disertai dengan perubahan yang signifikan pada market. “Saat ini 80% pemesanan kamar dengan offline sedangkan online belum terlihat. Beda pada 2019, pemesanan kamar online 70% lebih dominan dibandingkan dengan offline,” imbuhnya.
Sesungguhnya, Bali telah memiliki payung hukum untuk mengatur ekosistem kepariwisataan di Bali, yang tujuannya untuk mewujudkan pariwisata berkualitas. Payung hukum tersebut yakni Perda 5/2020 tentang standar penyelenggaraan kepariwisataan budaya Bali dan Pergub 28/2020 tentang tata kelola pariwisata Bali. “Tata kelola diatur dari sisi destinasi dan wisatawan,” ujar Kepala Dinas Pariwisata Bali Cok Pemayun yang juga menjadi narasumber.
Kedua regulasi tersebut sudah mulai disosialisasikan diawali dengan terbentuknya Satgas ke usaha pariwisata, pramuwisawata, tim imigrasi dan Polda Bali untuk sosialisasi ke wisatawan. Jika usaha tersebut tidak melaksanakan regulasi maka Satpol PP akan menindak sedangkan pelanggaran wisatawan asing akan ditindak Imigrasi bersinergi dengan Polda Bali.
Sementara Guru Besar Ilmu Pariwisata, Budaya dan Agama Prof. Dr. Drs. I Ketut Sumadi, M. Par., menegaskan, mesti tercipta kebahagiaan dari hubungan yang harmonis antar stake holder pariwisata. Maka itu membangun kesadaran diri sebagai orang Bali penting untuk menciptakan kehidupan yang harmonis. “THK dalam sistem pariwisata sangat penting. THK merupakan spirit universal yang menjadi modal pengembangan dan perkembangan pariwisata. Memahami THK sebagai penanda modal pariwisata budaya, menumbuhkan sikap bijaksana mengelola Balinese Culture Capital di tengah fenomena kepariwisataan saat ini,” ucapnya. (BTN/bud)
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *