Menjaga dan mengelola pariwisata berkelanjutan di masa pandemi merupakan sebuah tantangan. Jika salah mengambil strategi, maka tidak akan menghasilkan apa-apa, bahkan bisa-bisa pariwisata Bali sirna ditelan kenangan. “Saya rasa perlu adanya komitmen para stake holder pariwisata untuk menyampaikan persepsi dulu, sebelum Bali di open border. Jangan sampai ada kesan Bali diobral, seperti kacang goreng tanpa tujuan yang jelas. Maka, para stakeholder pariwisata harus memahami dan tahu grand design Pariwisata Bali. Jangan sampai kehilangan arah dan jadikan moment Covid-19 ini sebagai ajang untuk interopeksi Pariwisata Bali,” kata Pengurus Daerah (PD) FSPPAR-SPSI Provinsi Bali bagian Bendahara Umum, I Gusti Ayu Ketut Budiasih.
Hal tersebut sangat penting agar jangan sampai Taksu Bali itu hilang karena karakter kepariwisataan Bali hilang. Pariwisata Bali adalah pariwisata budaya, artinya kebudayaan Bali itulah sumber andalan penggerak dinamika kepariwisataan Bali, bukan yang lain. “Nah kita harus memahami budaya Bali tersebut. Budaya Bali yang nafasnya dari Agama Hindhu. Bali terkenal karena budayanya. Kemajuan atau modernisasi memerlukan landasan-landasan budaya yang kuat dan kreatif, yang berakar pada kepribadian. Tidak mungkin terjadi modernisasi yang kuat, jika tidak menguasai budaya yang mendalam,” ucap Pengurus Cabang FSPPAR-SPSI Kabupaten Badung – Wakil Ketua Bidang Organisasi ini.
Kalau itu terjadi, akibatnya akan pariwisata itu akan kehilangan karakter dan dapat menghanyutkan bangsa itu sendiri ke arah ketergantungan pada pengaruh budaya luar saja. Oleh karena itu, nilai-nilai budaya yang luhur perlu dilestarikan dan dikembangkàn lewat revitalisasi lembaga-lembaga tradisional ,sehingga mampu menampung aspirasi masyarakat yang maju. “Pariwisata budaya harus mengekpresikan sistem kebudayaan Bali sesuai dengan semangatnya yang berasal dari ajaran Agama Hindhu. Artinya harus ada upaya yang sistimatis untuk menemukan nilai religie Hindhu yang berada dibalik berbagai bentuk kebudayaan Bali. Nilai itulah yang terus dikuatkan agar menjiwai kebudayaan Bali, sehingga dapat mewujudkan pariwisata berkelanjutan,” imbuhnya.
Ayu yang sekitar 40 tahun bergelut dalam dunia pariwisata menegaskan, konsep dasar untuk membangun Bali telah dirumuskan dalam Sad Kerti sebagaimana dinyatakan dalam Lontar Anda Bhuwana. Gubernur Bali dengan visinya Nangun Sad Kerti Loka Bali adalah untuk menata kembali Bali kedepannya yang lebih maju tanpa menghilangkan nilai-nilai budaya Bali yang sudah terkenal diseluruh dunia. “Ingat, berpariwisata sebagai salah cara hidup manusia untuk mendapatkan kesenangan dan berbagai manfaat untuk mewujudkan kehidupan yang bahagia. Pariwisata juga sebagai media dialog budaya antar etnis, antar bangsa, antar keyakinan yang memiliki dimensi yang luas, disamping sebagai upaya ekonomi,” paparnya.
Pariwisata senantiasa akan berdampak positive kalau dikelola dengan menguatkan landasan spiritual yang kuat, kecerdasan intellektual dan kepekaan emosional yang halus. Dari kegiatan pariwisata itu menimbulkan berbagai kegiatan ekonomi yang menimbulkan kesejahteraan pada masyarakat, kesejahteraan yang terhormat. “Dengan menjaga nilai-nilai budaya yang sesungguhnya dapat kita wujudkan dalam mengembangkan pariwisata budaya, dengan menjaga lingkungan alam dan lingkungan sosial. Budaya Bali yang bernafaskan Agama Hindhu ini akan menguatkan eksistensi lingkungan alam dan lingkungan sosial di Pulau Dewata ini,” tegas Dewan Pengupahan Provinsi Bali ini. (BTN/bud)
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *