Pameran “Pesan dari Barat” yang digelar Komunitas Maha Rupa Batukaru Tabanan di Griya Santrian Gallery bukan pameran biasa. Sebanyak 36 karya lukis dan 2 karya dua dimensi patung yang dipajang itu, tengah mengaungkan semangat dan keberadaan perupa Tabanan yang tetap eksis dalam berkarya. “Ini pameran kami yang pertama keluar dari daerah sendiri. Kami hampir setahun mempersiapkan pameran ini, melalui diskusi-diskusi. Santrian adalah jalan menuju keluar daerah untuk mencari pengakuan,” kata Ketua, I Nyoman Wijaya drsela-sela press conference di Griya Santrian Gallery, Kamis (14//9).
Ada sebanyak 27 perupa yang ikut dalam pameran kali ini. Mereka itu adalah Wayan Sunadi “Doel”, Nyoman Wijaya, Wayan Santrayana, Kadek Dedy Sumantra Yasa, Nyoman Aptika, Made Gunawan, Ketut Boping Suryadi, Made Astika, Putu Suhartawan, Wayan Suastama, Putu Adi Sweca, Made Kenak D.A., Ketut Mastrum, Ketut Suadnyana, Made Wahyu Senayadi, Wayan Naya, Nyoman Ari Winata, I.G. Nyoman Winartha, Luh Gede Widiya, Wayan Susana, Wayan Sukarma, IG Putu Yogi Jana P, Made Sutarjaya, Komang Kanta, Made Subrata, Ketut Murtayasa, dan Luh Gde Fridayani. Pameran akan dimulai, Jumat, 15 September 2023 pukul 18.30 Wita, dan akan berlangsung hingga 31 Oktober 2023.
Mengangkat tema “Pesanan dari Barat” karena Tabanan masih berada pada geografis Bali barat menuju Sanur dan Ubud. Pesan itu lebih tertuju pada komunitas itu sendiri dalam perjalanannya. Maka itu, pameran ini ingin memberi pesan pada masyarakat untuk kemajuan seni rupa, maka para seniman mesri bisa menghimpun diri. “Lahirnya Komunitas Maha Rupa Batukaru ini ingin memberi ruang kepada teman-teman. Komunitas uni bisa menjadi jembatan untuk pekukis senior dan junior. Di sini mereka bisa saling mengisi, saling suppor dan saling bantu bersama,” harapnya.
Intinya, “Pesan dari Barat” ini diangkat tak terlepas dari latar belakang berdirinya komunitas yang ingin menciptakan wadah dan dan kendaraan untuk bisa bergerak lebih maju dan lebih cepat. Komunitas sebagai ruang interaksi dari masing-masing anggota untuk menumbuhkan suasana diskusi dalam rangka menemukan ide-ide baru dalam berkesenian. Hal ini tidak hanya berlaku pada anggota komunitas ini saja, namun menjadi inspirasi bagi komunitas di daerah Bali lainnya, yang pada akhirnya akan memberi dampak positif bagi perkembangan senirupa Bali.
Sebagai daerah agraris dan lumbung padinya Bali, Tabanan banyak melahirkan maestro dibidang seni. Ada penari legendaris Ketut Maria (Mario), pematung terkenal Nyoman Nuarta, sastrawan kawakan Gusti Putu Wijaya, perupa mendunia Made Wianta dan sebagainya. Kiprah berkesenian para maestro ini juga menjadi insprasi bagi Komunitas Maha Rupa Batukaru untuk mengembangkan senirupa. “Para maestro senirupa ini dijadikan pijakan kami dalam mempertahankan semangat berkarya dan menjadikan contoh nyata bahwa alam dan geografis Tabanan yang agraris juga mampu melahirkan seninan-seniman hebat tanah air,” ujarnya.
Kurator, Wayan Seriyoga Parta mengatakan, para perupa yang tampil telah menyiapkan karya seni lukis terbaiknya. Karya masing-masing perupa, memiliki kualitas artistik dan capaian personal yang tak diragukan lagi. Bahkan bisa dikatakan, karya-karya yang dipamerkan para perupa Maha Rupa Batukaru ini telah menunjukkan keragaman artistik dan nilai estetik dari representasional, seperti realistik dan figurasi dan non-representasional seperti abstrak, abstraksi dan formalistic.
Tema-temanya beragam, sesuai gagasan dan pandangan dunia masing-masing perupa serta keragaman latar belakang dari akademik dan otodidak. Hal ini menjadi potensi yang saling melengkapi, baik secara gagasan dan sensibilitas estetik. “Banyak perupa muda yang berasal ataupun berdomisili di Tabanan yang sangat potensial. Sebagian telah terwadahi dalam Komunitas Maha Rupa Batukaru ini, tetapi belum ada yang tergerak melakukan pencatatan dan pembacaan capaian karya-karyanya yang telah tersohor itu. Termasuk catatan perihal perkembangan karya-karya para perupa,” paparnya. (BTN/bud)
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *