Nyur…… suara jegog itu menggema. Lalu, disambut suara suling melengking membawakan nada-nada klasik yang memang asyik ditelinga. Moncong reong serta bilah-bilahj gangsa kemudian menimpali dengan nada-nada manis, sehingga menjadi alunan music yang sangat klasik. Para penabuh memukul bilah-bilah diatas pelawah yang juga klasik, sehingga mendukung pementasan seni bertajuk Pelegongan Klasik.
Itulah alunan dari gamelan Palegongan Klasik yang disajikan apik dalam ajang Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-44 di Panggung Ksirarnawa, Taman Budaya Provinsi Bali, Senin (13/6). Sajian seni itu ditampilkan oleh Sanggar Seni Manik Sidhi, Desa Jempeng, Kecamatan Abiansemal, kabupaten Badung. Sajian seni itu, sebagai bukti kecerdasan orang Bali dalam pelestarian air, tidak saja dituangkan dalam cerita-cerita lokal yang diwarisi melainkan, disarikan dalam gagasan mengarap karya seni tabuh dan tari khususnya Palegongan Klasik.
Sanggar seni ini menampilkan empat garapan seni baik tabuh maupun tarian, Sanggar Manik Sidhi mengimplementasikan tematik PKB Danu Kerthi, Huluning Amreta, Memuliakan Air Sumber Kehidupan, yang diaktualisasikan dalam olah nada dan gerak nan inovatif serta padu.
Salah satunya garapan berjudul Tabuh Pancaka Tirta yang mengambil kekayaan potensi kearifan lokal Pancoran Watukurung di Desa Jempeng.
Ketua Sanggar Manik Sidhi Wayan Kartika mengungkapkan, Pancoran Watukurung merupakan salah satu sumber mata air yang ada di Desa Jempeng, pancoran ini berjumlah lima, yang kelima airnya keluar dari lima sumber mata air yang berbeda. “Berdasarkan kearifan lokal tersebut penggarap mencoba menuangkannya dalam barungan Gong Semar Pegulingan dengan sentuhan serta pola garapan kekinian yang kreatif dan inovatif dengan memfokuskan angka 5 sebagai penafsiran dari ide tersebut, sehingga terciptalah Tabuh Kreasi dengan Judul “PANCAKA TIRTA,” ungkap Kartika.
Sajian tari Legong Kuntul merupakan tarian yang menggambarkan karakteristik burung bangau atau kokokan. Tari legong Klasik ini menceritakan tentang bagaimana kebiasaan burung bangau atau kokoan tersebut dalam mencari makanan, terbang dan bermain bersama-sama. Tarian ini biasanya ditarikan oleh 2 sampai 8 orang penari wanita. Melodi dan gerakan yang sangat khas, memperindah keseluruhan tarian yang sangat klasik ini. Pada tahun 1995, I Wayan Sinti merevitalisasi iringan tari kuntul dengan gayanya yang khas, dalam ajang Pesta Kesenian Bali yang diwakili oleh sekhe gong Desa Sedang. Dua garapan lainya adalah tabuh petegak Sekar Taman dan tari legong kreasi Suranadi
Ketut Kartika menuturkan persiapan untuk tampil di PKB tahun ini selama 3 bulan. Pandemi tak menyurutkan kreativitas generas muda di Desa Jempeng untuk berkarya. “Semangat generasi muda cukup tinggi apalagi dipercaya menggarap palegongan klasik, mewakili daerah antusiasnya luar biasa, kerinduan seniman kami tampil paska pandemi membatasi aktivitas berkesenian, menjadi motivasi tersendiri,” terang Kartika. (BTN/bud)
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *