Setelah 17 hari menjalani Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat, masyarakat Bali kembali harus menjalani selama 5 hari kedepan. Kebijakan pemerintah yang kembali memberlakukan PPKM Darurat hingga 25 Juli 2021 sebagai upaya menekan lonjakan kasus Covid-19. Bagi pekerja pariwisata Bali, kebijakan pemerintah itu memang terasa pahit yang harus ditelan hampir 16 bulan lamanya. “Pariwisata dan pekerja di Bali saat ini sudah berada pada situasi minus untuk bertahan. Mereka sudah tidak punya jalan lagi untuk bisa bertahan hidup,” kata Ketua Pimpinan Daerah Federasi Serikat Pekerja Pariwisata Serikat Pekerja Pariwisata Seluruh Indonesia (PD FSP Par SPSI) Provinsi Bali, I Putu Gunanta Yadnya,SH, Rabu (21/7).
Apalagi dengan penerapan PPKM Darurat yang diperpanjang ini, maka kondisi pariwisata serta pekerja menjadi sangat sekarat. Mereka sesungguhnya tidak mengetahui manfaat dari kelanjutkan PPKM Darurat ini. Para pekerja pariwisata hanya tahu, dengan pemberlakuan PPKM Darurat Jawa-Bali ini mereka tidak bisa mencari sesuap nasi. Jangankan untuk keluarga, untuk dirinya sendiri saja masih menjadi teka-teki. “Sekalipun, katanya ada kucuran dana dan sembako dari pemerintah “katanya”, namun kebanyakan dari mereka tidak mendapatkan bantuan itu. Kalaupun ada, cara mendapatkannya pun mereka tidak paham. Di internet berseliweran ada cara untuk mendapatkan bantuan, setelah dicoba satupun tak ada hasil,” paparnya menyayangkan.
Pemilik Bali Putu Tour dan Cakrawala Intan Selaras yang sudah lama tidur ini menegaskan, pihaknya sangat sepakat dengan himbauan pemerintah yakni bersama-sama menanggulangi pandemi Covid-19 ini. “Kami sudah mengikuti segala himbauan yang dikeluarkan oleh pemerintah apapun bentuknya. Namun, dalam kurun waktu yang sudah sekian lama ini tidak juga ada tanda-tanda perubahan. Bahkan hanya berputar-putar disitu saja, “naik turun dan naik turun saja” oleh karena itu, sebaiknya pemerintah meninjau ulang kebijakannya ini,” harap pria kalem ini.
Selaku pekerja pariwisata, Gunanta memohon kepada pemerintah juga harus mempertimbangkan kekuatan masyarakatnya untuk bisa bertahan. Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Sembako yang digelontorkan pemerintah tidak banyak bisa membantu pertahanan mereka apalagi pembagiannya tidak merata. “Oleh karena itu, menurut hemat saya kedepannya pemerintah khususnya pemerintah Bali (Gubernur) harus berani mengambil kebijakan yang dapat menghidupkan perekonomian Bali. Bali tidak perlu PPKM Darurat, tetapi tetap menerapkan protokol kesehatan dan dipantau oleh pihak terkait,” imbuhnya.
Jumlah pekerja pariwisata yang menjadi anggota FSP Par SPSI Provinsi Bali sekitar 16 ribuan-an, namun kini tinggal 9 ribu-an yang masih terdaftar sebagai pekerja. Dari jumlah itu sebanyak 60% dirumahkan tanpa gaji, dan sisanya digaji berfariasi ada 60%, 50%, bahkan ada yang cuma 10%. Sementara yang alih profesi bisa dihitung dengan jari yang bisa bertahan. “Mari kita hidup berdampingan dengan virus corona ini dengan mengisolasi dan mengobati yang sakit, dan membiarkan yang sehat beraktivitas sebagai mana mestinya dengan selalu mengindahkan protokol kesehatan. Dengan demikian, mereka bisa bekerja sebagaimana mestinya, sehingga bisa memenuhi kebutuhan hidup bersama keluarganya. Hal itu juga membuat mereka tidak setres, imunnya tetap terjaga, sehingga mereka tidak terserang Covid-19. Saya sangat oftimis, Pemerintah Bali berani mengambil terobosan yang pasti ada solusinya,” harapnya. (BTN/bud)
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *