Peningkatkan kasus Covid-19, sebagai salah satu alasan pembatalan untuk membuka pariwisata(open border) internasional di Bali. Batalnya pembukaan border yang rencananya pada uli 2021 itu, membuat hampir semua pelaku di sektor pariwisata kecewa. Setelah melihat kondisi terkini, 3 minggu terakhir penyebaran Covid-19 terutama di Jawa dan Bali kenaikannya cukup signifikan, pemerintah tidak memiliki pilihan lain yang akhirnya menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiata Masyarakat (PPKM) Darurat. “Kebijakan ini semakin mematikan sektor tourism di Bali,” kata Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Gianyar, Adit Pande, Jumat (6/8).
Padahal, lanjut mantan Ketua Ubud Hotel Association (UHA) ini, pada waktu Juni 2021 kemarin memang sudah ada peningkatan kunjungan wisatawan domestik, walau itu belum signifikan. Namun, setelah kebijakan pemerintah menerapkan PPKM Darurat itu benar-benar membuat omzet restoran dan cafe turun sampai 80%. Itupun karena hanya melayani take away. “Saat ini, pemerintah kemudian melanjutkan dengan PPKM Level 4. Kami memberikan apresiasi, karena telah memberikan kelonggaran kepada Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) serta restoran untuk bisa kembali “dine in”.” ungkapnya. Tenggat waktu 20 menit itu, lanjut dia, tidak usah dipermasalahkan karena menurutnya tujuan akhir munculnya angka 20 menit itu hanya untuk menghindari kerumunan.
Kenaikan dari penyebaran Covid-19 ini merupakan hasil dari kurangnya penerapan Protokol Kesehatan (Prokes) di semua lapisan masyarakat. Virus ini tidak mengenal adat ataupun turis, warga negara asing, sehingga tidak bisa mengatakan di Bali ada banyak kluster kegiatan adat maupun klaster turis asing. “Jadi, marilah kita semua tetap dan benar-benar patuh dalam menjalankan prokes terutama 3M (memakai maske, mencuci tangan dan menjaga jarak) tersebut,” ajaknya. Sederhana, sangat sederhana. Semua stake holder, apakah pelaku pariwisata, masyarakat, kalangan profesional, pemerintah, asosiasi serta lainnya mesti benar benar taat prokes. ”sangat sederhana. Memakai masker, sering mencuci tangan dan hindari kerumunan,” tandasnya.
Adit Pande menyoroti, dengan diterapkannya PPKM Level 4 mulai 22 Juli 2021 itu, semua jenis visa kunjungan bisnis (B211) dan visa lainnya ditangguhkan. Impactnya lumayan besar untuk Bali, karena banyaknya “outflow” warga negara asing yang pulang ke kampung halamannya, tetapi tidak ada “in flow” warga asing yang datang. Padahal mereka yang datang menggunakan visa B211, dan sudah melakukan 3x PCR (1x di negaranya dan 2x saat karantina), melakukan karantina mandiri 5-8 hari, sehingga risiko penyebaran dari mereka sangatlah kecil karena dipastikan negatif Covid-19.
Mungkin saja risiko warga asing ini lebih kecil dari pada dibukanya wisatawan domestik dari Jawa ke Bali. “Saya berharap agar visa kunjungan ini bisa kembali digunakan setidaknya bisa menggerakkan kembali roda perekonomian kita di Bali. Karena mereka yang datang ini tinggal long stay di hotel atau villa, makan di restoran dan juga berinvestasi di Indonesia,” harapnya. kalau ini terus berlanjut, pariwisata Bali niscaya akan ambruk.
Sementara Ketua DPD Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Bali, I Nyoman Nuarta mengatakan, kalau border dibuka sejatinya pariwisata Bali sudah siap untuk menerima kunjungan wisatawan baik domestik atau asing. Persiapan pembukaan border sudah dibarengi dengan persiapan penerapan Cleanliness, Health, Safety, dan Environment Sustainability (CHSE) pada destinasi wisata. Walau belum semua destinasi wisata terertifikat CHSE, namun sudah melakukan penerapan Prokes secara ketat. “Masalahnya sekarang yang punya kewenangan untuk.membuka border ada di pemerintah pusat, bukan berada di pemerintah Provinsi Bali. Mudah-mudahan PPKM tidak lagi diperpanjang dan kasus Covid-19 bisa menurun secara sporadis di pulau Bali ini,” harapnya.
Pria bergelar Sarjana Hukum ini menjelaskan, pemerintah pusat mau membuka border dengan menggunakan parameter kasus Covid-19 harus turun, bukan semata-mata sertifikat CHSE. Untuk itu, seluruh warga tanpa kecuali stake holder mesti bergandengan tangan untuk berdiskusi sama pusat agar border secara perlahan dibuka. “Data terkait dengan meningkat atau menurunnya kasus Covid-19 adalah pihak Dinas Kesehatan. Nah, data kasus Covid-19 itu harus di buka secara transparan dan di publikasikan secara utuh, terutama kemuncula klaster itu, sehingga masyarakat bisa menilai dan tahu posisi penyebaran Covid-19 tersebut,” pintanya. (BTN/bud) .
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *