Semua pihak mesti ikut mendukung Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Bali Nomor 6 Tahun 2023 yang mewajibkan wisatawan asing yang masuk ke Bali membayar Rp 150.000. Apalagi, hasil pungutan itu digunakan untuk mengembalikan dampak dari tourism, sehingga menjadi sustainable. “Secara personal saya sangat mendukung aturan terhadap pungutan wisatawan asing sebesar 10 dolar atau Rp 150 ribu, yang nantinya diprioritaskan untuk penanganan sampah di Bali, disamping untuk pemeliharaan budaya Bali,” kata General Manager (GM) Sales FuramaXclusive Bali, Wayan Sumandia, Senin (2/10).
Idenya, bagus sekali. Kalau ini bisa dikembangkan secara reel, maka Bali akan menjadi destinasi yang sangat nyaman. Karena memang, kendala paiwisata Bali saat ini adalah sampah, disamping kemacerakan. Sampah yang sebelumnya dipusatkan di Suwung sudah overload, sehingga perlu adanya penanganan khusus, yakni penanganan sampah dari sumbernya. “Mudah-mudahan dengan adanya pungutan terhadap wisatawan asing ini, menjadi income untuk dapat merealisasikan program pemerintah, sehingga sampah itu benar-benar dikelola dan asalnya, yakni mengelola sampah di hulu agar jangan sampai ke hilir,” paparnya.
Kalau bicara sebagai seorang sales di sebuah perusahaan, Sumandia mengaku sedikit ada ganjalan. Hal ini mungkin akan menjadi tantangannya bagi Bali sendiri, sehingga diperlukan sebuah sosialisasi, sehingga pungutan tambahan ini tidak akan menjadi beban bagi para tamu. “Kami berharap, tamu bisa memahami dan mengerti tujuan dari tambahan pungutan ini, sehingga mereka tetap bisa datang ke Bali sebagai tujuan utama mereka berlibur,” harap Sumandia.
Kalau dari nilai memang tidak banyak, yakni 10 dolar per orang. Tetapi, dengan adanya trend market setelah pandemi Covid-19 sekarang ini, justru market belinya agak menurun, juga sangat hatri-hati untuk spending uangnya. “Jujur ini menjadi ketakutan kami pula, sebab destinasi negara lain yang menjadi competitor sangat agresip mempromosikan daerahnya. Sebut saja Thailand, Vietnam atau negara tetangga lain di Asia Tenggara,” imbunya.
Saat ini, di Thaialnd masih menerapkan free visa, artinya wisatawan tak harus bayar visa mereka juga belum menerapkan pungutan seperti ini. Atau mungkin mereka sudah membungkus pungutan itu pada sebuah paket tiket pesawat atau paket tour. Karena itu, aturan baru ini diharapkan tidak menjadi boomerang bagi Bali sendiri. “Kami berharap mereka tetap bisa datang ke Bali sebagai tujuan utama mereka berlibur. Kalau dari nilai memang tidak banyak, 10 dolar per orang,” tegasnya.
Tetapi, setelah pandemi Covid-19 sekarang ini ada perubahan trend market yang cenderung menurun. Mereka juga sangat hati-hati untuk spending uangnya. Tamu yang datang ke Bali, bukan lagi seperti dulu yang loyar mengeluarkan duitnya. Wisatawan terkesan sangat perhitungan mengeluarkan duitnya. “Semoga saja tambahan pungutan ini tak mempengaruhi kunjungan mereka ke Bali,” ucap Sumandia menegaskan.
Namun yang perlu menjadi perhatian pula, kalaupun wisatawan asing itu mau membayar retribusi, lantas apakah nanti mampu merubah mainset masyarakat untuk meninggalkan sampah. Karena itu, sosialisasikan pungutan ini harus dilakukan. “Saya sangat setuju dengan PJ Gubernur Bali yang menekankan pengelola hotel dan pelaku pariwisata yang ada di Bali untuk ikut membantu mensosialisasikan kepada tamu. Apasih keuntungan mereka membayar tambahan pungutan itu,” sebutnya.
Setiap wisatawan mesti mendapatkan informasi yang lengkap pembayaran tambahan 150 ribu itu untuk memberikan kenyamanam bagi mereka selama berada di Bali. Di negara maju, juga sudah berjalan menerapkan pungutan tambahan ini. “Saya sudah menerima himnbauan baik melalui soft copy ataupun hard copy, bahwa memang kita siap untuk melakukan sosiliasasi lebih mendalam,” jelasnya.
Pihaknya berharap kepada pemerintah bersama-sama dengan kedubes atau dengan pihak Asita, juga airline lebih dulu mensosialiasikan hal ini, sehingga pihak hotel sebagai penerima tamu, tidak lagi menjelaskan dari nol. Kalaupun memberitahu, sifatnya hanya membantu mengklarifikasi kepada tamu yang belum memahami hal itu.
Semoga saja Perda pungutan untuk wisatawan asing ini tak menjadi beban bagi wisatawan yang akan ke Bali. Dan dengan adanya perda ini, maka kualitas tamu yang datang ke Bali diharapkan benar-benar yang memiliki spend of many lebih bagus. Sebelumnya, Bali sempat menerapkan free of visa, namun mendatangkan tamu-tamu yang tak jelas, kerjanya nyusahin, dan sering merepotkan aparat untuk mengurus tamu yang anarkis. “Nah bagaimana pintar- pintarnya mensosialisasikan agar wisatawan mengerti, dengan tambahan biaya itu mereka juga ikut berkontribusi betanggung jawab untuk menjaga Bali ini,” tutup Sumandia. (BTN/bud)
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *