Ada kabar, Kementrian Pariwisata Ekonomi Kreatif (Menparekeaf) akan menjadi hotel-hotel yang tingkat huniannya rendah sebagai pusat Isolasi Mandiri (Isoman) dan perawatan para Tenaga Kesehatan (nakes) saat kelelahan. Walau itu baru rencana, namun sudah mendapat respon beragam dari kalangan pariwisata, khususnya pengelola hotel. “Strategi Kemenparekraf untuk menjadikan hotel-hotel dengan tingkat hunian rendah untuk pusat isoman itu sudah dijalankan dari tahun lalu. Saat itu, pemerintah getol mencari hotel-hotel untuk menampung tenaga Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Indonesia yang pulang. Namun, tidak semua hotel mau menerima hal ini,” ucap CEO dari Pramana Experience, I Nyoman Sudirga Yusa, Selasa (27/7).
Hal itu disebabkan oleh prosedur dan mekanisme yang masih sangat rancu. Jika hal ini akan didorong untuk dilakukan pada saat ini, tentu kembali pada kebijakan dari masing-masing hotel serta pemiliknya, mau menerima atau tidak. “Hemat kami, jumlah hotel yang tersebar di seluruh wilayah di Bali tentu tidak akan mencukupi untuk disupport sebagai tempat isoman nakes ini. Paling penting adalah dibukanya kebijakan khusus sektor wisata untuk Bali, dimana bagi orang-orang yang sudah tervaksin lengkap dapat masuk ke Bali tanpa perlu melakukan test PCR, namun protocol CHSE tetap dilakukan dengan ketat dan terukur dari sisi manajemen resiko,” paparnya.
Manfaatnya, memang dapat memberikan penghasilan, walaupun sangat kecil untuk bisa bertahan. Maka, perlu segera direalisasikan bantuan hibah bagi pelaku pariwisata di Bali, jika kita masih ingin industri terbesar setelah tambang ini tetap hidup dimasa depan. Kalau pun itu berdampak secara ekonomi, namun belum bisa menyentuh sampai tingkat masyarakat terbawah. Beberapa hotel, dari sisi kelas akan sangat layak, namun sekali lagi hal ini tergantung dari keputusan dari tiap-tiap pengelola dan pemilik hotel untuk menentukannya, mau atau tidak. “Dari pengalaman sebelumnya, beberapa proses pembayaran terhadap hotel-hotel yang dijadikan tempat isolasi ini sangat terlambat, koordinasi mulai dari penerimaan, pelayanan dan setelah selesai diisolasi perlu diperjelas,” usulnya.
Hal senada juga dikatakan General Manager Hotel NEO+ Kuta Legian, I Made Astika Parwata, yang menyatakan kebijakan ini memang bukan suatu hal yang baru, karena beberap hotel di Bali selama ini sudah menjadi tempat isoman dan tempat nakes istirahat. Saat ini sebagian besar hotel tidak berminat karena beberapa pertimbangan tersendiri dari manajemen dan owning company. “Pengelola hotel sampai saat ini tidak merasakan manfaatnya karena harga paket isoman sangat rendah, sedangkan biaya operasional sangat tinggi,” paparnya.
Kebijkan tersebut juga tidak dapat secara signifikan menumbuhkan ekonomi masyarakat Bali yang sedang terpuruk. Memang, beberapa hotel berbintang sangat layak karena sudah menerapkan protokol kesehatan sesuai dengan CHSE. “Setidaknya, pemerintah bisa mengontrol harga paket isoman yang lebih sesuai dengan biaya operasional yang dikeluarkan sesuai dengan klasifikasi hotel itu,” ungkapnya.
Sementara Executive Assistant Manager Swiss BelResort Watu Jimbar, Sanur Ida Bagus Gde Cendra Setiawan mengatakan, saat ini, banyak hotel yang memerlukan business untuk bisa menyambung hidup mereka. Malah berebut untuk dapatin business. Sepanjang itu bisa saling mensupport, dan sifatnya sementara akan bisa membantu kelangsungan hotel. Hal ini sangat bermanfaat yang bisa menghidupi hotel. Setidaknya ada aktivitas yang dapat menghidupkan suasana hotel dalam kondisi tutup, dan sebagian buka dengan sangat minim tamu. “Memang, secara global hal ini mungkin tidak bisa menumbuhkan ekonomi karena sifatnya sementara, serta hanya hotel tertentu saja yang bisa menjalankan business ini,” sebutnya.
Hotel yang dikelalolanya, berada dalam kawasan green zone area tentu harus menjaga zona green ini sebagai persiapan nantinya jika jumlah kasus harian sudah menurun dan gate bisa dibuka. Scenario prioritas daerah green zone bisa dilaksanakan bila hotel-hotel yang sudah melakukan verifikasi dalam rangka kesiapan siagaan sebagai hotel karantina. Setiap wisatawan yang akan berkunjung ke Bali akan dikarantina selama 5 hari dengan hasil PCR negative. “Saya sarankan seharusnya disiagakan di area yang berdekatan dan berada dalam radius yang sama disetiap arealnya, sehingga mempermudah control dan mobilitas tentu akan mejadikan area tersebut terpusat. Sebab, hal ini juga ada dampak negative nya, Image hotel yang sudah pernah dipakai tempat Isoman tentu akan sangat giat untuk memulihkan image ini setelah semuanya selesai. Notabene tamu akan merasa sungkan nantinya. Diparwisata image itu yang kami jual,” paparnya. (BTN/bud)
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *