Di masa pandemi, Pesta Kesenian Bali (PKB) XLIII tetap digelar sebulan penuh, mulai dari 12 Juni – 10 Juli 2021. Namun, dalam pelaksanaannya pasti beda dengan tahun-tahun sebelumnya, karena wajib menjalankan Protokol Kesehatan (Prokes) Covid-19. Materi PKB, sebagian besar dilaksanakan secara virtual atau Dalam Jaringan (Daring), dan beberapa disajikan secara live atau Luar Jaringan (Luring) dengan peserta terbatas. Materi PKB tahun 2021 ini masih sama dari tahun sebelumnya, yaitu pagelaran, lomba, parade, lokakarya dan pawai pembukaan yang kini menjadi Peed Aya.
Sebagian materi yang akan disajikan secara daring, telah melakuka persiapan lebih awal. Sebut saja untuk penggarapa Peed Aya. Pawai secara virtual ini mengambil gambar di sejumlah lokasi melibatkan sejumlah sanggar dan komunitas seni. Pengambilan gambar, dimulai dari Bukit Campuhan Ubud, Pura Besakih Karangasem, Desa Penglipuran Bangli, Kawasan Gunung Kawi Gianyar dan Air Terjun Kanto Lampo Desa Beng Gianyar sejak 9 Mei hingga 17 Mei 2021. “Peed Aya ini secara penggarapan berupa video, bukan sajian dokumentasi. Video yang dikemas dengan memadukan beberapa teknik sinematografi, sehingga menjadi sebuah sajian video art,” kata konseptor garapan Peed Aya, Kadek Wahyudita, S.Sn.
Peed Aya bukan materi baru dalam hajatan pesta seni milik masyarakat Bali ini, melainkan mutasi dari pawai kesenian pembukaan PKB yang biasanya dilaksanakan secara offline di depan Museum Perjuangan Rakyat Bali (Bajra Sandhi), Renon. Peed itu artinya pawai dan Aya itu agung, besar. Peed Aya digelar secara on line (virtual) yang akan ditayangakan melalui Chanel YouTube Dinas Kebudayaan Provinsi Bali bertepatan dengan pembukaan PKB pada, Sabtu 12 Juni 2021. “Beda Peed Aya dengan pawai kesenian itu ada pada pola penggarapan yang dikemas dengan taping dan disajiakan secara virtual,” tegas Mahasiswa Pascasarjanan ISI Denpasar ini.
Peed Aya merupakan salah satu materi pokok PKB yang tahun ini mengangkat tema “Pratiti Wana Kerthi” bermakna memuliakan pohon, membangun simponi, harmoni semesta raya menuju kehidupan yang sejahtera dengan jiwa yang maha sempurna. Berpijak dari judul tersebut, maka sajian materi Peed Aya dibagi menjadi beberapa konsep dengan mengambil setting lokasi di beberapa tempat yang berbeda. Pemilihan tempat syuting sesuai dengan kebutuhan konsep garapan, sekaligus untuk mempromosikan keberadaan objek tersebut kepada masyarakat.
Pria yang akrab disapa Kadek Wahyu itu menjelaskan, sda beberapa kriteria pemilihan objek tersebut, diantaranya menyesuaikan dengan konsep garapan, seperti konsep Tri Mandala, yaitu hutan mewakili nista mandala, kampung masyarakat mewakili madya mandala, dan tempat suci mewakili utama mandala. Pemilihan tempat tersebut juga untuk menyesuaikan dengan tema PKB XLIII tahun 2021, yakni Purna Jiwa, “Prananing Wana Kerthi”, jiwa paripurna napas pohon kehidupan. Maka itu, pemilihan latar Peed Aya didominasi hutan.
Ped Aya yang didukung 100 penari ini dalam penyajiannya menampilkan berbagai seni, budaya dan kebiasaan masyarakat Bali serta disesuaikan denga lokasi, sehingga sajian seni menjadi lebih dan sesuai tema PKB. Materi berupa gebogan bunga dan tedung agung mengambil lokasi syuting di Bukit Campuhan, Kecamatan Tegalalang, Kabupaten Gianyar. Konsep peed pada bagian ini menggambarkan keindahan dan keagungan wana (hutan) yang menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat. Gamelan sebagai iringannya menggunakan gamelan Balaganjur Bebonangan
Peed Aya dengan meteri gebogan buah dan bagia pula kerti mengambil lokasi di Desa Penglipuran, Kabupaten Bangli. Di desa tradisional ini, konsep peed menampilkan sebuah gambaran, bahwa pohon memberikan berkah sumber pangan bagi kehidupan manusia Bali. Sementara Peed Aya di Jaba Pura Besakih menyajikan konsep Rerejangan dan Baris Tedung yang dikreasikan dengan menggunakan bahan janur. Pada bagian ini, menggambarkan hasil hutan yang biasa dijadikan sebagai bahan persembahan untuk semesta raya.
Di salah satu situs unik yang juga diekpose sebagai lokasi syuting Peed Aya, yaitu di Pura Gunung Kawi yang terletak di Desa Tampaksiring, Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar. Pada situs ini, materi Peed Aya berupa topeng dan rantasan yang menggambarkan, pohon memberikan pengetahuan untuk umat manusia tentang adab dan kesujian jiwa.
Pada garapan Peed Aya ini juga menghadirkan mitos lahirnya kalpataru yang dikemas dengan koreo lingkungan, sehingga mengambil setting di Air Terjun Kantolampo, Desa Beng, Kabupaten Gianyar dan Sungai Pura Gunung Kawi, Kabupaten Gianyar. “Beberapa adegan juga dikemas dengan green screen, seperti adegan Dewa Wisnu bertemu dengan Dewi Basundari,” jelasnya. (BTN/bud)
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *