Bali tidak perlah letih dengan kreasi seni meski di tengah badai pandemi. Menteri Kelautan dan Perikanan RI Sakti Wahyu Trenggono meninjau pameran tunggal seni lukis kontemporer karya Prof Wayan Kun Adnyana, di Agung Rai Museum of Arts (ARMA), Ubud, Kamis, 15/4). Menteri Trenggono mengatakan karya seni (lukisan Kun Adnyana, red) memiliki pesan tertentu, yang menyambungkan masa lalu dengan masa kini. Hampir satu jam Menteri KKP itu mengapresiasi 35 lukisan kontemporer karya Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar hasil eksplorasi selama lima tahun atas relief Yeh Pulu.
Bendahara Tim Kampanye Nasional Jokowi-Maruf itu menambahkan, seni menggugah cara pandang kita terhadap realitas hari ini. Seperti yang dilakukan Prof Kun, dengan mengeksplorasi relief Yeh Pulu, Perahu Cadik Borobudur, perahu Nuh, dan situasi pandemi Covid-19 secara reflektif. “Banyak hal yang dapat diserap dari apresiasi terhadap karya seni,”sambung Menteri Trenggono.
Pameran tunggal ke-15 Rektor ISI Denpasar ini sebelumnya dibuka Gubernur Bali Wayan Koster, Senin (12/4) di Bale Daja, Museum ARMA, Ubud. Pameran bertajuk Hulu Pulu, eksplorasi lima tahun atas relief Yeh Pulu ini, menghadirkan sekitar 5-7 karya lukis per-tahun sejak tahun 2017-2021, dengan capaian tiga seri eksplorasi. Pertama, seri Citra Yuga (Candra Sangkala) tahun 2017, yang menyajikan lima pendekatan artistik, yakni, teknik pewarnaan sigar mangsi, pemecahan objek gambar, pemilihan pusat perhatian, teknik menggunting objek, dan teknik gambar garis. Kedua, seri Titi Wangsa (Inside The Hero) tahun 2018, dengan dua pendekatan teknik artistik, yaitu: lapis-lapis warna untuk citra ruang imajiner, dan dekonstruksi terkait perombakan tema. Ketiga, seri Sudra Sutra (Santarupa) tahun 2019-2021, dengan temuan tiga pendekatan estetika, yakni pembingkaian ulang dari sisi tematik/plot (reframing), pemeranan ulang subjek gambar (rechasting), dan mobilisasi subjek gambar (globalizing). Prof Kun Adnyana menjelaskan, bahwa melalui pendekatan pembingkaian ulang, memungkinkan figurasi yang dipetik dari relief Yeh Pulu dapat berpadu ikonografi perahu cadik relief Borobudur. Sehingga isu kemaritiman, dan juga pandemi Covid-19 dapat direpresentasikan secara kontekstual.
“Begitu juga dengan pendekatan pemeranan ulang, banyak interpretasi yang dapat dilakukan terhadap Yeh Pulu, dan kemudian berkembang menjadi narasi-narasi baru. Seperti, narasi lelaki penunggang kuda pada relief Yeh Pulu, menjadi perempuan penunggang kuda. Kemudian, mobilisasi, terkait pemindahlokasian subjek ikon/penanda relief Yeh Pulu pada berbagai penempatan lokasi. Seperti adegan berburu macan yang berlangsung di hutan, menjadi di tengah samudera. Termasuk adegan menunggang kuda, di tempatkan pada kota urban, Tugu Monas, dan juga gedung Opera House, Sydney, “urai profesor seni rupa itu. (BTN/r)
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *