Seiring dengan pariwisata Bali bangkit, seniman dari dalam maupun luar negeri juga menyatakan kebangkitannya melalui pameran seni rupa bertajuk “Resurrection”. Pameran yang melibatkan 27 perupa berasal dari Bali, Yogyakarta, Surabaya, Malang, Bali hingga Malaysia dan Macedonia itu memajang karya-karyanya di Art Xchange Gallery, Kopi Bali House (Lt2), Sanur, Bali. Pameran yang dikuratori oleh Arif Bagus Prasetyo menampilkan karya patung, instalasi dan lukisan. Karya lukisan mereka pun meliput berbagai gaya, seperti gaya abstrak, naif, realis, surealis, hingga hiperrealis. Pameran dibuka, Minggu, 3 Maret 2022.
Pemilik Art Xchange Gallery, Benny Oentoro B.A, mengatakan, seni rupa belakangan ini seolah sudah mati. Budaya konsumerisme telah mematikan pasar seni rupa. Orang tidak lagi menghargai seni rupa dengan cara seperti dulu. Perupa tidak lagi menciptakan seni demi seni itu sendiri. Alih-alih, mereka memproduksi seni secara massal dan menciptakan seni demi uang. Menciptakan seni tidak lagi terletak pada mutu atau jiwa karya seni, melainkan terletak pada likuiditasnya. Semuanya demi mendapatkan uang secepat-cepatnya. “Maka itu, kami angket tema “Resurrection” yang artinya ‘Kebangkitan’,” katanya dihadapan awak media, Jumat (1/4).
Benny Oentoro sangat percaya, inilah saatnya untuk memulihkan pasar seni rupa seperti sedia kala. “Kita perlu membangkitkan seni, orang perlu belajar bagaimana menghargai seni dengan tulus, bukan karena nilai uangnya, tetapi karena konteksnya yang lebih luas. Seni membuka hati kita dan mengenyangkan pikiran kita. Tanpa seni, kita akan hidup di dunia yang hampa, dunia yang tidak ada pemikiran dan kegembiraan, hanya ada kehambaran,” paparnya serius.
Karena kebangkitan itu pula, Art Xchange Gallery ini dibuka di pulau Dewata, Bali. Hal ini tentu arah yang benar secara alami, karena Bali sudah terkenal di seluruh dunia sebagai destinasi internasional. Sebelum itu, Art Xchange Gallery telah dibuka di Surabaya (2009), lalu di Singapura (2011) untuk memberikan eksposur yang lebih besar kepada para senimannya di pasar yang baru, lantas di Jakarta (2018) dengan tujuan memperkenalkan seniman Indonesia secara lokal dan internasional. “Visi dan misinya untuk memberikan kesempatan bagi seniman muda menunjukan bakatnya kepada dunia. Seniman yang kita tampilkan pada pameran ini memiliki kekuatan masing-masing,” ucapnya.
Sebanyak 27 seniman yang berpameran itu, yaitu Ana, Andi Prayitno, Ang Che Che, Anis Kurniasih, Antoe Budiono, Ben Wong, Budi Asih, Burhanudin Reihan Afnan, Cadio Tarompo, Camelia Mitasari Hasibuan, Chairol Imam, Citra Pratiwi, Dedi Imawan, Dona Prawita Arissuta, Hendra Purnama, I Made Gunawan, I Made Santika Putra, I Putu Adi, I Wayan Legianta, Jemana Bayubrata Murti, Johhny Gustaf, Lim Tong Xin, M Aidi Yupri, Ni Nyoman Sani, Sinisha Kashawelski, Wahyu Nugroho dan Wisnu Ajitama
Sebut saja Jemana Murti yang menyelesaikan pendidikan seni rupa di Nanyang Academy of Fine Arts 2020. Praktik seninya meliputi seni lukis, patung, dan instalasi dengan skala besar. Ide karyanya berasal dari pengalaman hidup di Bali dan aspek religi Bali, serta aktif mengikuti berbagai pameran di Bali dan Singapura dan karya instalasi permanen di resor Raffles Maldives Meradhoo.
Ni Nyoman Sani, seniman dengan karya unik berkonsep kuat yang banyak mengangkat tema perempuan. Jebolan Sekolah Tinggi Seni Indonesia Denpasar (sekarang Institut Seni Indonesia Denpasar) ini memiliki semangat berkesenian. Karyanya sering diilhami perjuangan ibunya, seorang pekerja keras yang sangat tangguh. Dalam berkarya, Sani biasa menggunakan cat akrilik, cat air, cat minyak, dan dermatograph. Karya yang dihadirkan kali ini terinspirasi dari wajah anaknya dengan nuansa bunga matahari yang mengingatkan pada kebun bunga matahari miliknya.
Sementara, Wahyu Nugroho, seniman muda yang menekuni seni patung. Karyanya banyak menampilkan kontradiksi antara objek buatan manusia dan ciptaan Tuhan, terutama alam. Jebolan Institut Seni Indonesia Yogyakarta ini fokus berkarya patung instalasi dengan menggabungkan berbagai media menjadi karya yang memiliki makna. Ia sangat memaknai setiap proses dalam menyelesaikan karyanya. Pembuatan karyanya biasa membutuhkan waktu satu sampai dua bulan. Presentasi karyanya juga memakan waktu cukup lama, karena melibatkan banyak benda, baik benda seni maupun komponen di luar konteks seni rupa. (BTN/bud)
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *