Dalam kehidupan, air menjadi satu hal yang sangat penting. Hal tersebut mesti dipahami betul bagi manusia. Ketika air dikondisikan secara tidak wajar, maka manusia sebenarnya membunuh dirinya sendiri. Jadi ruang batin manusia ini yang harus dibuka, sehingga kesadaran manusia berproses terhadap lingkungan alam yang sesungguhnya. Itulah pesan yang disampaikan Sanggar Mahasaba Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Udayana (Unud) melalui sesolahan (apresiasi sastra) Sidha Sidhi Yoga Krama serangkaian Bulan Bahasa Bali IV Tahun 2022 di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Provinsi Bali, Sabtu (12/2).
Drama yang disampaikan itu menegaskan kemuliaan air jika dimanfaatkan dengan baik, maka akan begitu sebaliknya. Garapan ini mengambil ide cerita dari naskah geguritan Sidha Yoga Krama yang ditulis oleh I Made Degung ini menitikberatkan pesan tentang kemuliaan air dan bagaimana memanfaatnya dengan baik, sewajarnya, dan tidak berlebihan. “Jika dikelola secara tidak wajar, justru akan membawa petaka bagi manusia itu sendiri,” kata penulis naskah sekaligus sutradara garapan, Dewa Jayendra, disela-sela pementasan itu.
Garapan diawali dengan konsep kelir dan adegan di belakang panggung, kemudian dikombinasikan dengan pertujukan teater di atas panggung. Kombinasi ini, merupakan siasat untuik menutupi para pendukung yang memiliki terbatas waktu latihan. Selain itu, karena anggota Sanggar Mahasaba FIB Unud kebanyakan anggota baru, sehingga memerlukan waktu untuk menyatukan karakter para pemain. “Kami banyak melakukan penyesuaian pola garapan karena terbatasnya waktu latihan,” ungkapnya.
Waktu yang diberikan singkat, hanya satu bulan. “Semestinya untuk sebuah garapan minimal tiga bulan persiapan. Karena waktu sangat singkat, makanya harus bisa menyiasati ketika seorang aktor memiliki kelemahan. Diatur sedemikian rupa, sehingga muncul konsep garapan seperti ini,” ungkap Jayendra.
Jayendra mengatakan, jika merujuk pada naskah ceritanya, pemeran inti sebenarnya cukup hanya dua orang saja. Namun karena antusiasme mahasiswa yang tergabung dalam Sanggar Mahasaba, maka garapan dibuat sedikit kolosal. Disinggung mengenai kendala selama proses penggarapan, Jayendra mengakui kendala waktu yang singkat, belum lagi mahasiswa memiliki jadwal kampus yang cukup padat. “Selain itu, setiap tahunnya ada anggota baru di Sanggar ini, dan terhitung masih baru di dunia teater. Jadi menyatukan pemikiran dan ego mereka juga butuh waktu. Kuncinya memang harus tabah dan sabar menghadapi mereka,” katanya.
Sebagai masukan, Dewa Jayendra pun berharap pada penyelenggara agar memberikan waktu penggarapan minimal 3 bulan. Lantaran seni drama membutuhkan proses yang lumayan panjang. “Karena kita tidak hanya sebatas membentuk mereka di atas panggung, tetapi juga bagaimana membentuk karakter-karakter yang diinginkan dalam cerita itu. Minimal 3 bulan lah kita diberikan waktu untuk berproses,” usulnya. (BTN/bud)
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *