Seni Virtual, Cara Pelaku Seni Merespon Pandemi Covid-19

Seni Virtual,  Cara Pelaku Seni Merespon Pandemi Covid-19

Memasuki dunia pentas baru (digital), nasib seni tradisi belum memiliki format yang jelas. Para seniman dan pelaku seni tradisi tampak gagap ketika disodorkan pentas virtual sebagai upaya merespon pandemic Covid-19. “Perubahan signifikan tampak dari munculnya seni virtual, sebuah sajian seni menampilkan citra realitas buatan. Kini, format seni virtual ini sedang marak dikembangkan oleh para seniman sebagai cara merespon Pandemi Covid-19. Namun, apa daya realitanya para pelaku seni tradisi saat ini justru terseok di jagat digital?” papar Dr. Aris Setiawan, S.Sn., M.Sn (Dosen Jurusan Etnomusikologi ISI Surakarta), dalam Seminar Berwawasan Seni Untuk Kita melalui zoom, Minggu (25/7).

Seminar mengusung bertajuk “Seni Virtual dan Masa Depan Seni Tradisi digelar Mahasiswa Pascasarjana ISI Denpasar. Dalam webinar tersebut juga dihadirkan pembicara lainya yaitu praktisi Anak Agung Anom Darsana (Direktur Antida Musik ) dan pembicara kunci (Keynote Speaker) yakni Rektor Institut Seni Indonesia Denpasar Prof. Dr. I Wayan “Kun” Adnyana.

Dr Aris Setiawan mengungkapkan, dua tahun pandemi menjadi catatan suram bagi perkembangan seni tradisi. Upaya terakhir agar seni tradisi mampu lentur dan cair masuk gerbong baru bernama “panggung virtual” boleh dikata belum menemukan titik terang.
“Kodrat panggung virtual seolah bertolak belakang dengan gaya dan karakter seni tradisi kita. Dunia virtual, anggaplah YouTube misalnya, selama ini mendamba pada sesuatu yang filmis, mengandalkan sisi visual yang glamour, bising, gaduh, konfliktual, bahkan tidak jarang banal,” jelasnya.

Sementara kodrat seni tradisi menuju keintiman yang kontemplatif, lanjut Dr Aris Setiawan cara menikmatinya justru bukan sekadar dilihat, tapi juga didengar, dirasakan, dan dibatin. “Perbedaan inilah yang menyebabkan seni tradisi terseok-seok kala harus “hijrah” menjadi ujud anyar atas nama konten,” tegasnya.

Dunia seni tradisi yang khas, di mana keramaian, persentuhan tubuh, bahkan tatapan mata para penonton secara langsung menjadi tolok ukur keberhasilan. Oleh karena itu, di saat keharusan tampil di jagat virtual, pelaku seni tradisi tidak memiliki acuan dan peta jalan yang jelas, tentang bagaimana mekanisme ideal saat seni tradisi harus bermetamorfosis menjadi “tagar” dan “trending”.

Kenyataanya, banyak pelaku seni tradisi yang belum mampu memanfaatkan dunia digital. “Contohnya di Jawa ada dalang yang harus gadaikan gamelan, untuk bisa membeli makan. Padahal mereka setiap minggu tampil dan garap juga panggung virtual. Hal ini yang harus kita sama-sama pikirkan, dan pemerintah memang wajar hadir memberikan sokongan kepada seni tradisi di tengah pandemi dan masa depan mereka,” ucapnya

Bali memiliki kekayaan warisan seni tradisi yang melimpah. Sebagai upaya menjaga eksistensi di tengah “gering agung” pandemi Covid-19, para seniman mencoba mentransormasi tata cara penyajian seni tradisi lewat media virtual.

Praktisi Anom Darsana mengakui betapa lesunya agenda pangung seni tradisi di Bali. “Cukup banyak pagelaran dilaksanakan dengan mematuhi protokol kesehatan Covid-19, dan tampil secara virtual memanfaatkan teknologi,” ucap pemilik Antida Musik studio itu.

Melihat momentum pandemi dan seni virtual ini, Anom Darsana menyatakan, tergantung konten
seperti apa yang diinginkan. “Seandainya konten-konten singkat, para seniman banyak yang menggunggah kesenian tradisi, seperti tarian, tabuh, kesusastraan dengan konsep yang lebih modern dan kwalitasnya banyak yang bagus,” ucapnya.

Seni tradisi yang benar benar mempunyai struktur yang komplek sangat sulit dipertunjukkan di media kecuali memang ada penyelenggara yang didukung secara financial untuk menyelegarakan kesenian “semi kolosal“ baru bisa kita lakukan dan sangat jarang kecuali Pesta Kesenian Bali (PKB). Dan juga seperti apa yang kami di antida lakukan di Telusur Seni Tradisi berkat dukungan kemendikbud dan Kemenparekraf,” bebernya.

Digital seni tradisi dikemas secara kolaboratif, lintas batas, dan lintas waktu. Ruang baru sekaligus peluang ini menuntut para seniman tidak saja memikirkan pola-pola baru dalam hal garap bentuk, struktur, dan artistik, juga memikirkan aspek-aspek teknologi yang berkaitan dengan virtual estetik. “Saya berkolaborasi dengan para maestro, penyair, untuk menjadikan garapan ini dihadirkan walau di ranah virtual,” ungkapnya.

Sementara Dr. I Wayan Kun Adnyana menyambut baik forum ini membahas perkembangan seni tradisi di masa era baru karena pandemi. “Saya sangat mengapresiasi forum ini sangat baik untuk mendiskusikan seni saat ini,” katanya.

Mantan Kadisbud Bali itu menegaskan, seni virtual, seni tradisi sama-sama kuat. Seni tradisi, melahirkan kreatifitas dan selalu tumbuh beriringan. Namun, ia berkeyakinan seni tradisi senantiasa berdampingan dalam perkembanganya zaman. “Saya memandang seni tradisi sangat optimistik, memiliki jiwa Indonesia, jiwa bangsa, yang tumbuh kuat, dimana seni tradisi melahirkan kreativitas tinggi, hidup di tengah kehidupan sehari-hari, sehingga tetap berdampingan era baru pandemi ini,” jelasnya. (BTN/bud)

Posts Carousel

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked with *

Latest Posts

Top Authors

Most Commented

Featured Videos

Need Help? Chat with us