Setelah Dapat HAKI, Produk Budaya, Seni dan Tradisi Mesti Dipublikasikan

Setelah Dapat HAKI, Produk Budaya, Seni dan Tradisi Mesti Dipublikasikan

Pemerintah Provisi Bali, khususnya Dinas Kebudayaan sangat getol memperjuangkan hak cipta terhadap produk budaya, kesenian, tradisi, tekstil dan lainnya. Hal ini memang sedang digalakan oleh pemerintah Bali, sehingga pada Jumat, 5 Pebruari 2021 di Gedung Ksirarnawa Taman Budaya Provinsi Bali Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) menyerahan Sertifikat Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) kepada Gubernur Bali Wayan Koster. “Saya apresiasi. Dinas Kebudayaan Provinsi Bali sangat getol memperjuangkan hak cipta terhadap produk budaya Bali,” kata Ni Ketut Arini, SST, akhir pekan lalu.

Seniman Tari asal Banjar Lebah, Desa Sumerta Kaja, Kecamatan Denpasar Timur ini mengatakan, pemerintah Bali memang sedang menggalakan produk-produk budaya, kesenian, tradisi, tekstil dan lainnya untuk mendapatkan Hak Kekayaan Intelektual (HKI). “Saya sendiri sempat dipanggil Bapak Kadis Kebudayaan Provinsi Bali untuk menyiapkan data-data tentang karya-karya Maestro Bapak Kaler dan Bapak Rindi. Karena maestro Bapak Rindi sudah didata oleh Ketut Sutapa (putranya),” ucapnya.

Maestro Tari Bali yang kerap membawa misi budaya ke seluruh belahan dunia itu mengaku, pekerjaan mengumpilkan data itu tidak gampang, karena selain menuliskan sejarah, juga mencari bentuk-bentuk tari yang betul-betul asli. “Termasuk pula lika-liku perkembangan sejak diciptakannya tari itu, apakah masih utuh sampai saat ini. Saya mengusulkan 6 tari karya Bapak Kaler, tetapi yang keluar hanya 3 tari saja. “Sekarang ini sudah 24 produk budaya lagi yang telah mendapatkan hak cipta. Sebagai masyarakat pecinta seni juga masyarakat Bali, saya sangat senang,” imbuhnya.

Pencipta Tari Legong Kreasi Suprabha Duta (1990) itu mengatakan, dirinya tidak tahu dengan semua kesenian dan produk budaya lainnya yang mendapatkan Sertifikat Kekayaan Intelektual (KI) itu. Namanya saja, baru ia dengar. Kalau sudah diberikan hak cipta, itu berarti Bali yang mempunyai secara lebih otentik. Dengan begitu, kesenian yang mengantongi sertifikat KI tidak bisa diakui oleh orang lain, juga daerah lain ataupun negara lain. “Untuk itu, perlu lagi mendata kesenian lain yang belum masuk, seperti Mekepung di Jembrana, Andir di Kerambitan, Leko di Tunjuk, Legong Dadua di Bongan dan lainnya,” sarannya.

Masyarakat Bali banyak memiliki kesenian dan tradisi yang sudah biasa dilakukan, namun tidak mengetahui siapa yang menciptakan. Dengan mendapatkan HKI itu, ia berharap produk budaya atau kesenian itu akan bisa lebih dikenal, sehingga timbul keinginan untuk melestarikannya. Semua produk kesenian itu memang perlu dicarikan hak-haknya. Sebab, secara kebudayaan local, itu masih dipakai sampai sekarang dan nantinya bisa menceritakan semua itu kepada generasi mendatang. “Kalau boleh usul, semua produk budaya dan kesenian mesti didaftarkan, sehingga menjadi lebih bagus. Original itu perlu, karena nantinya perlu juga diberikan sebuah penghargaan,” harapnya.

Pemilik Sanggar Warini ini menegaskan, seluruh produk budaya, seni, dan tradisi yang telah mendapatka HKI itu, harusnya dibuka kembali untuk masyarakat umum, sehingga masyarakat mengetahuinya. Untuk itu, perlu ada sebuah publikasi dan informasi yang bisa dibaca ataupun dipelajari olah masyarakat jika ingin mencari yang benar-benar original. Dengan begitu, masyarakat Bali tak hanya bisa melakukan saja, tetapi juga mengatahui makna dan sejarah yang ada didalam tradisi atau kesenian itu. “Saya yakin, dengan adanya hak cipta ini, akan mampu menjaga original tari tersebut. Sebab, sering kali tarian itu berubah pada pembelajaran berikutnya,” ucapnya.

Setelah ada hak paten ini, Arini berharap akan ada semacam panduan yang benar dalam mengajarkan seni tari itu kepada generasi mendatang. Misal tradisi mebuug-buugan itu, seperti apa, dimainkan dimana, bagaimana cara melakukannya, dan lainnya. Maka itu dicatat dan dipublikasikan, sehingga orang-orang tahu. “Jika sudah ada panduan yang jelas, maka harus berani mengajarkan yang benar, sehingga keaslian tari itu tetap terjaga. Jangan sampai, tradisi itu tetap ada, tetapi tidak ada yang tahu bahkan, tak ada yang melakukannya,” tutupnya. (BTN/bud)

Posts Carousel

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked with *

Latest Posts

Top Authors

Most Commented

Featured Videos

Need Help? Chat with us