Pandemi tidak bisa menumpulkan kreativitas serta kecintaan terhadap budaya. Tidak berhenti berkreativitas, itulah yang dilakukan I Gusti Kompyang Gede Pujawan. Salah satu pendiri Mataken Gakko, sebuah lembaga pendidikan Bahasa Jepang bersama Matake Sensei. Kini Mataken Gakko tidak hanya memiliki program bahasa tapi juga program pengembangam budaya Bali dengan membentuk sanggar tabuh Panji Swara Mataken Gakko. Nantinya pemuda – pemudi yang belajar tabuh juga mendapat kesempatan belajar Bahasa Jepang.
I Gusti Kompyang Gede Pujawan, Selasa (11/5) mengatakan bahwa hari itu ia memperkenalkan Sanggar Panji Swara Mataken Gakko. Dijelaskan juga, Penasehat Sanggar, Kepala Sekolah Mataken Gakko, I Gusti Agung Gede Nirartha merupakan orang – orang yang juga turut berkontribusi dalam pembentukan sanggar ini.
Pada hari itu, tabuh yang diperkenalkan yaitu tabuh angklung, yang mana mereka sudah berlatih selama 1,5 bulan. Selain angklung, nantinya mereka juga akan belajar tabuh gong kebyar, pelegongan, joged, wayang, bondres dan tabuh baleganjur, dll. “Acara hari ini menandakan sanggar ini sudah siap untuk mengiringi tari – tarian yang akan dipentaskan serta pertunjukan lain,” ujarnya.
Kompyang Pujawan menambahkan, Mataken Gakko berdiri tahun 2005 dengan tujuan untuk mengajarkan Bahasa Jepang secara gratis dan memajukan pariwisata Bali. Dalam perkembangannya, murid – murid Mataken Gakko akhirnya banyak yang ke Jepang untuk belajar maupun bekerja. “Bagi kami itu tidak penting, tapi yang penting mereka bisa belajar ke Jepang, punya hubungan baik dengan Jepang,” ungkapnya.
Ketua Sanggar Panji Swara, Made Mendra menuturkan awal terbentuknya sanggar. Ia melihat potensi anak – anak khususnya di Dharma Wiweka memiliki kemampuan di bidang tabuh. Menurutnya sayang jika potensi ini tidak dikembangkan.Maka dari itu, ia menggagas ide memberdayakan anak – anak yang memiliki potensi untuk bergabung di sanggar. Akhirnya seperangkat gamelan disediakan dan perekrutan anggota sanggar mulai dilakukan.
“Kebetulan di Mataken Gakko ada program dengan kurus Bahasa Jepang juga peduli dengan seni dan budaya. Akhirnya kami membentuk sanggar,” ujarnya. Menurutnya, mendapat kesempatan belajar menabuh sekaligus belajar Bahasa Jepang merupakan kesempatan yang luar biasa. Kesempatan inilah yang memicu anak – anak sanggar untuk semangat dan antusias berlatih. Dalam waktu 1,5 bulan berlatih, tak pernah ada anak yang absen.Anak – anak sanggar yang bergabung beragam, mulai dari SD kelas 1 hingga SMA, bahkan ia sendiri merupakan anggota yang tertua. Anak – anak juga cepat menangkap pelajaran tabuh padahal hanya belajar dari youtube.
Di masa pandemi ini juga, belajar menabuh adalah salah satu upaya mengekspresikan diri agar tak jenuh belajar online. Ke depannya, dengan belajar Bahasa Jepang sekaligus memiliki skill menabuh, dapat memberi kesempatan dalam pertukaran budaya dan pemuda ke Jepang sehingga semakin memperkaya wawasan anak – anak.
Ketua Pasemetonan Denpasar Fukuoka Anak Agung Ngurah Gede Widiada mengapresiasi upaya yang dilakukan Kompyang Pujawan membangun kreativitas dengan sanggar di tenga pandemi Covid-19. Mataken Gakko didirikan untuk memberikan pendidikan Bahasa Jepang pada masyarakat Bali.
Lulusan Mataken Gakko sudah banyak yang pergi ke Jepang dan belajar sehingga memang benar bermanfaat untuk masyarakat Bali. Matake Sensei yang juga merupakan pendiri Mataken Gakko menurutnya sangat mencintai Bali dan kebudayaan Bali sehingga pendidikan bahasa Jepang diberikan pada masyarakat Bali. Sanggar yang dibangun inipun menurutnya tidak lepas dari kecintaan terhadap Bali dan untuk menghormati kebudayaan Bali, yang mana seni gamelan adalah bagian dari kebudayaan yang membuat Bali jadi tersohor. (BTN/may)
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *