Ada sajian menarik, pada perhelatan Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-44 lalu yang greget kreativitas seninya masih terasa hingga saat ini. Adalah pagelaran seni pertunjukan yang bertajuk “Legong-Kebyar” Tari Topeng Tri Murti yang disuguhan Sanggar Seni Nretya Graha Siwanataraja, Sukawati, Gianyar yang tampil di Gedung Ksiarnawa, Art Center Taman Budaya Bali Selasa, 28 Juni 2022. Selain mementasperdanakan tari topeng kreasi tersebut, pagelaran seni pertunjukan yang bertajuk “Legong-Kebyar” itu juga menampilkan tari Legong Kraton Lasem dan Legong Raja Cina serta tari genre kebyar, seperti Selat Segara, Kebyar Duduk, Tarunajaya dan Palawakya.
Tari Topeng Tri Murti, garapan pertunjukan anyar yang koreografi dan iringangannya diciptaan Kadek Suartaya ini dibawakan oleh penari topeng Bagus Bratanatyam, bergulir sepanjang 10 menit dan disimak tekun para penonton. Tari topeng ini melukiskan manifestasi Ida Sanghyang Widhi Wasa dalam wujud Brahma, Wisnu, dan Siwa. Dibawakan secara tunggal dengan menggunakan tiga topeng, yaitu topeng berwarna merah sebagai simbol Brahma, topeng hijau identifikasi Wisnu, dan topeng putih sebagai karakteristik Siwa.
Menariknya, penggunaan ketiga topeng secara bergantian itu dihadirkan dengan trik tertentu yang mengundang surprise penonton. “Tema tari kreasi ini, religiusitas dalam konsepsi Hindu. Dosen ISI Denpasar ini menambahkan gagasan penggunaan tiga topeng sekaligus terinspirasi dari Bian Lian, sebuah tari-sulap topeng kuno Tiongkok,” kata Kadek Suartaya.
Nuansa tradisi terasa kental pada cipta tari dari sanggar seni pimpinan penari muda Sri Ayu Pradnya Larasari yang akrab dipanggil Laras ini. Iringan gamelannya dibingkai dengan tabuh telu yang teduh melodius. Namun, guratan dan aksen baru terdengar menyembur. Alunan vokal oleh seluruh penabuh dan koor tembang oleh tiga orang vokalis wanita mengisi celah-celah tatabuhan yang menjadikannya apik dalam pembawaan terampil dari para seniman dan seniwati muda. Narasi yang ditembangkan terasa merasuk ke dalam relung sanubari lewat lirik puitis: om hyang siwa hyang brahma hyang wisnu, ida sanghyang widi wasa sang pramakawi, dan lain-lainnya, baik dikumandangkan di bagian pengawak maupun di pengecet-nya.
Penataan tarinya menunjukkan karisma nan agung. Berbusana tari topeng dengan gelungan cecandian yang berbinar. Topeng berwarna putih berkarakter arif bijaksana yang tersenyum tipis membuka sajian tari ini. Melalui liukan tari, berpaling sejenak menghadap belakang, berubah dengan mengenakan topeng berwarna merah, selanjutnya lewat aksen lain muncul dengan topeng hijau. Topeng kreasi ini menuju klimaks dalam tempo menanjak ritmis, bergerak lebih energik dalam laku yang berwibawa, lalu menutup tariannya ke titik hening, sang penari menstyalisasi gerakan halus wingit mudra, di kedua tangannya tergenggam topeng Brahma dan Wisnu dalam berbagai pose.
Alunan vokal tunggal wanita menggarisbawahi dengan melodi bersyair: brahma wisnu siwa hyang tri murti. Kadek Suartaya, selaku penggarap Topeng Tri Murti itu, tampak lega. Apa obsesi dan asa dari buah karyanya ini? “Semoga bisa diterima masyarakat pecinta seni. Kita, di Bali masih melimpah dengan nilai-nilai estetika yang agaknya tak akan pernah lekang dijadikan sumber penciptaan karya seni baru. Akar seni tradisi dengan segala taksu-nya telah bersumbangsih menopang jagat seni kita, sejak dulu hingga sekarang. Karena itu, mari kita apresiasi penuh hormat,” pungkasnya meyakinkan. (BTN/bud)
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *