Bali sebagai tujuan wisata dunia, mesti terus didorong sebagai pariwisata berkualitas. Hal itu sudah menjadi komitmen bersama untuk menuju pariwisata berkualitas. Terlebih lagi, belakangan muncul fenomena wisatawan di Pulau Dewaya, sehingga menyadarkan masyarakat Bali untuk menata kembali pariwisata. Komitmen itu, kini muncul kembali dalam Focus Group Discussion (FGD) Industri Pariwisata Berkualitas Berbasis Tri Hita Karana di Art Gallery Griya Santrian, Jumat (19/5).
Dalam Perda Bali nomor 5/2020 dan Pergub Bali nomor 28/2020 sudah menjelaskan tentang pariwisata berkualitas, tinggal implementasinya. Perda dan Pergub ini akan terus disosialisaskan ke anggota asosiasi untuk mendukung pariwisata berkualitas. Maka dari itu semua industri harus masuk ke asosiasi agar dapat memberi pengarahan. “Saat ini, sedang dalam proses penyamaan persepsi tentang pariwisata berkualitas,” kata Ketua Bali Tourism Board (BTB) IB Agung Partha Adnyana.
Asosiasi merupakan partner pemerintah, maka dari itu selain dapat memberi masukan kepada pemerintah, asosiasi juga diharapkan dapat mendorong anggota menerapkan Perda Bali dan Pergub Bali tersebut. Kalau dari sisi wisatawan, untuk menyaring wisatawan berkualitas saat ini sedang mematangkan konsepnya. “Seperti apa yang berkualitas dan penerapannya seperti apa. Apakah pakai kuota atau dikenakan tipping, seperti di Bhutan,” lanjutnya.
Agung Partha menegaskan, kebijakan yang murahan akan mendatangkan wisatawan yang murah. Wisatawan murah itu cenderung banyak menghasilkan masalah.
Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali, Tjok Bagus Pemayun memaparkan, pariwisata berkualitas sesuai dengan Perda Bali nomor 5/2020 tentang standar kepariwisataan budaya Bali dan Pergub Bali 28/2020 tentang tata kelola pariwisata. Tata Kelola pariwisa ada dua aspek yaitu dari sisi destinasi dan wisatawan itu sendiri. “Sejak dikeluarkan pada 2020, kedua kebijakan tersebut dikatakan sudah mulai diimplementasikan,” imbuhnya.
Karena adanya Covid-19, belum berani melaksanakan. Bahklan, tahun ini sudah mulai diawali dengan dibentuknya Satuan Tugas (Satgas). Pihaknya mengaku sudah berkali-kali bersama tim turun, baik dari sisi pembinaan ke usaha pariwisata, guidenya, tim imigrasi untuk mengawasi orang asing. Bahkan melibatkan Polda Bali. “Jika usaha tersebut tidak mengikuti Perda dan Pergub, maka sesuai kewenangan maka sanksinya dilaksanakan Satpol PP. Jika pelanggaran dilakukan orang asing, diserahkan ke tim imigrasi,” bebernya.
Wakil Ketua PATA Bali dan Nusa Tenggara Chapter, IB Vedanta Wijaya menyebutkan, perlu penyamaan konsep tentang pariwisata berkualitas. Pariwisata berkualitas adalah wisatawan yang datang menikmati Bali apa adanya, dan memiliki respek terhadap lingkungan dan Sumbar Daya Manusia (SDM) Bali. “Pariwisata berkualitas bukan hanya buying power dan length of stay tapi apa tujuan mereka ke Bali. Tri Hita Karana bisa menjadi pondasi dan basis pelaksanaan pariwisata di Bali,” sebuatnya.
Guru besar pariwisata, budaya, dan agama Prof. I Ketut Sumadhi mengatakan, system managemen pariwisata Bali harus berbasis Tri Hita Karana. Karena dengan THK dapat menemukan spirit universal melintasi urang dan waktu kebudayaan bangsa yang menjadi modal dalam pengembangan dan perkembangan pariwisata. Memahami THK sebagai penanda modal pariwisata budaya, memiliki titik temu dari paradoks budaya
“Lokal-Global”. Dengan THK juga dapat menumbuhkan sikap bijaksana mengelola Balinese Culture Capital dalam pengembangan di tengah fenomena kepariwisataan saat ini. THK juga dapat menguatkan jati diri, identitas budaya, peradaban, sosial, ekonomi, lingkungan hidup, pertahanan,dan keamanan dan spiritual yang merupakan substansi empat pilar kebangsaan yaitu NKRI, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika. (BTN/bud)
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *