Turis “Abidin”

Turis “Abidin”


Everyday is Holiday. Kerja berasa liburan, Begitulah tagline Work From Bali (WFB) yang digaungkan beberapa pekan terakhir ini. Adalah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Republik Indonesia, Luhut Binsar Panjahitan yang menggagas serta melontarkan ide ini beberapa waktu lalu. Setidaknya, direncanakan tujuh kementerian akan ngantor dari Bali. Setelah itu, kemudian menyusul BUMN serta lainnya.

Menurut rencana mulai Juni sampai Juli, sesuai dengan timeline, dimana saat itu pariwisata Bali dibuka untuk wisatawan asing .Program WFB, boleh jadi semacam test case, sasaran antara, batu loncatan yang bisa membuktikan apakah memang Bali sudah siap open border atau tidak. Karena, program ini juga akan berjalan seiringan dengan masuknya turis domestik lainnya dari Pelabuhan Gilimanuk. Sesuai dengan pidato Presiden Jokowi saat membuka Pesta Pesta kesenian Bali beberapa hari lalu, kelangsungan pariwisata Bali sangat bergantung sejauh mana semua pihak mampu mengendalikan pandemi Covid-19 di Pulau Dewata ini.

Soal WFB ini sendiri bukan tanpa pro kontra. Niat Opung Luhut ini memang baik, bagaimana binis pariwisata di daerah ini bisa diputar lagi sehingga pertumbuhan ekonominya tidak lagi minus dua digit. Pemilihan kawasan The Nusa Dua sebagai sentra “kantoran” pun bukan tanpa kritik. Mengapa dua kawasan lain yang juga masuk grup “The SUN” (Sanur, Ubud dan Nusa Dua) tidak kecipratan? Padahal, Sanur serta Ubud termasuk dua kawasan Green Zone?Belum lagi, soal efektivitas WFB yang diragukan mempunyai daya ungkit signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat lokal.

Yang akan berberkantor di Bali adalah Aparatur Sipil Negara (ASN). Ini formalnya untuk sementara. Walaupun sebelumnya sudah banyak yang melaksanakan Work From Bali, baik ASN, petinggi BUMN, kalangan swasta kaum Nomad, komunitas pemelihara “babi ngepet” alias kaum trader, onliner dan sebagainya.Mereka mereka ini adalah tipikal pengusaha masa depan yang sangat tidak terikat oleh tempat. Mereka bisa WFB alias Work From Bed atau bahkan WFT atau Work From Toilet sekalipun.

Lalu dimana nantinya kontribusi para Turis “Abidin” (Atas Biaya Dinas) ini terhadap ekonomi masyarakat lokal? Hmm..dimana ya? Yang jelas, mereka yang nantinya berdinas dari beberapa hotel di Nusa Dua tentu para pejabat pengambil kebijakan di kantornya masing masing. Mereka datang dan bekerja dengan fasilitas negara. Airfare (bussiness class atau first class), biaya akomodasi (hotel bintang lima) dan uang saku sudah dihitung sesuai dengan haknya yang mengikuti eselon serta kepangkatan. Mereka ini, rata rata sudah puluhan kali ke Bali.

Selain itu juga, “kue” berkantor di daerah yang ekonominya terpapar pandemi ini tidak hanya untuk Bali. Ada juga kampanye Work From Lombok atau Work From Sumbawa. Bali tidak sendirian.J adi, WFB ini mesti dijadikan ajang mempersiapkan diri sematang matangnya, sedetil detilnya, seserius seriusnya untuk menyongsong open border. SOP mesti jelas serta tegas. Begitu datang, bagaimana tata laksana penanganannya. PCR Swab, hotel karantina, hotel, berlibur dan sampai mereka pulang kembali.

Last but not least, soal legalitas juga sangat penting. Memasukkan Bandara Ngurah Rai bersama empat bandara lainnya (Soekarno-Hatta, Juanda, Kula Namu dan Sam Ratulangi) sebagai pintu masuk lalu lintas kedatangan orang asing serta Pekerja Migran Indonesia. Meskipun sektor lain juga penting sebagai obat penawar keterpurukan ekonomi Bali, namun mesti diakui tidak ada injeksi yang ampuh selain semujarab Bali Open Sky untuk wisatawan mancanegara . Harus disadari juga, walapu pun pintu sudah dibuka, tidak otomatis turis akan melimpah seperti air bah. Banyak faktor penentu mereka memutuskan akan ke Bali atau tidak. Antara lain, kepercayaan terhadap destinasi yang dituju, faktor kesiapan mental serta fisik mereka terhadap pandemi, faktor ekonomi karena dalam masa sulit ini kegiatan plesiran masuk dalam katagori high cost holiday, pemerintah masing masing, asuransi dan masih banyak lagi. Apapun itu, dengan membuka pintu, kita menunjukkan diri bahwa kita telah siap. Bahwa Bali is still alive.

Timeline Juli ini, jangan jadi PHP lagi. Bali mesti Open Border, jika terlalu lama, Bali bisa bisa Out of Order. (*)

Posts Carousel

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked with *

Latest Posts

Top Authors

Most Commented

Featured Videos

Need Help? Chat with us