Industri pariwisata terseok akibat pandemi yang tak tampak ada tanda-tanda berakhir. Apalagi, Pemberlakuan Permbatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang terus berlanjut. Semua orang yang hidup di Bali diharapkan disiplin menerapkan Protokol Kesehatan (Prokes), sehingga kasus bisa menurun, dan pariwisata segera dibuka. “Jika kasus tidak menurun, maka Bali tidak akan bisa buka. Maka, kami dari masyarakat di Bali berharap agar benar-benar taat menjalankan prokes,” ucap Executive Assistant Manager Puri Santrian Made Suardana, Selasa (24/8)
PPKM dengan beberapa seri ini membuat pelaku usaha jenuh. Untuk itu, pemerintah diharapkan segera menemukan formula yang lebih bagus dalam menangai Covid-19, sehingga akhirnya diikuti oleh masyarakat dengan tertib, mengikuti prokes yang ada, sehingga kasus pandemi bisa segera turun. “Semoga pemerintah menemukan formula untuk bisa segera menurunkan level PPKM ini. Jika level ini tidak turun, otomatis pariwisata Bali akan susah buka untuk border internasional. Diijinkannya pembukaan border internasional salah satunya dari indikasi kasus Covid-19 di Bali,” paparnya.
Sebelum adanya kebijakan PPKM seketat ini, usaha-usaha di Bali terutama usaha dibidang pariwisata masih bisa sedikit bernafas, karena isian kamar hotel bisa mencapai 30 – 40 kamar. Setelah adanya PPKM darurat hingga level 4 ini, isian kamar hotel di Sanur hanya berkisar 10 kamar. “Kami masih beroperasi tapi sangat sulit bergerak saat ini. Sementara kami tidak bisa menutup full hotel, karena peralatan elektronik atau fasilitas hotel yang dinonaktifkan justru memperparah kerusakan fasilitas,” ungkapnya.
Efisiensi terus dilaksanakan, namun tidak bisa 100% dinonaktifkan. Beruntung, kamar hotel yang dimiliki didesain per blok, sehingga pemanas air, AC, maupun listrik dipasang untuk satu blok kamar yang terdiri dari 6 kamar, tidak keseluruhan kamar yang jumlahnya 199 kamar ini. “Kalau misalnya menggunakan AC sentral, itu lebih sulit maintenance dalam kondisi sekarang. Dia harus mematikan semua atau menghidupkan semua,” ungkapnya.
Fasilitas hotel yang lain seperti maintenance kolam renang juga berat. Jika air dikuras atau dimatikan mesinnya, bisa saja lantai kolam retak karena panas, atau pipa airnya tersumbat. Dengan tetap mengoperasikan, meski mengeluarkan biaya, namun menurutnya lebih baik dibandingkan mematikan total. “Sekarang ini yang terjadi, dengan isian kamar 10 dengan harga jual yang sudah diturunkan menjadi Rp 750 ribu per malam, sedangkan harga normalnya Rp 2,5 juta, maka tidak bisa menutup biaya operasional. Namun, yang terjadi justru pengusaha menutupi biaya kekurangannya dulu. Jika hal ini terus berlanjut, maka pengusaha tidak akan kuat,” ujarnya pasrah.
Meski menimbulkan dilemma di kalangan pelaku usaha pariwisata, namun Suardana tetap optimis pariwisata dan ekonomi Bali akan bangkit. Kerusakan ekonomi yang terjadi sekarang, tidak akan berlarut-larut, karena pasti akan titik balik dari sebuah fase. “Kami yakin bahwa, pandemi ini adalah sebuah tantangan dalam kehidupan. Masalah ini akan berlalu, pariwisata akan kembali tapi hanya masalah waktu, karena berwisata saat ini telah menjadi kebutuhan manusia,” tandasnya. (BTN/bud)
Leave a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked with *